Rabu 07 Nov 2012 23:56 WIB

Sampah di London Meningkat, Efek Makanan Murah?

Rep: Agung Sasongko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Seorang staf hotel di Dubai membuang makanan sisa menu berbuka puasa.
Foto: Albawaba.com
Seorang staf hotel di Dubai membuang makanan sisa menu berbuka puasa.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Restoran atau tempat makan yang kian menjamur berdampak pada besarnya limbah sampah makanan. Dampak itu mulai terasa di London, Inggris.

Direktur Global untuk Pembangunan Berkelanjutan Unilever, Jan Kees Vis mengatakan terlalu banyak makanan yang berharga murah terbuang. London merupakan contoh dari masalah itu.

"Inilah yang sebenarnya terjadi. Setiap tempat menawarkan makanan untuk sekedar makan siang, tapi ada faktor besar mengapa kita banyak menyia-nyiakan begitu banyak makan. Salah satu faktor tersebut adalah harga makanan yang terlalu murah," kata dia seperti dikutip dailymail.co.uk, Rabu (7/11).

Vis mengatakan seiring kenaikan harga dan naiknya populasi global ada kemungkinan terjadi penurunan sampah.

World Responsible Accredited Production (WRAP), organisasi yang perhatian terhadap masalah limbah makanan menyebut masyarakat Inggris membuang sampah rumah tangga rata-rata sebesar 7.2 juta ton per tahun.

Sementara, setiap keluarga Inggris rata-rata merogoh kocek sebesar 680 poundsterling.  "Sekitar 4.2 juta dari 7.2 juta ton adalah sampah makanan," ungkap WRAP.

Kepala Wrap. Andy Dawe mengatakan sampah makanan merupakan masalah serius sekalipun prosentase pendapatan konsumen yang dibelanjakan untuk makanan menurun selama beberapa dekade.

"Apa yang terjadi saat ini akan bisa diselamatkan apabila sebagian dari makanan yang dikonsumsi kita buat sendiri," kata dia.

Tapi Dawe optimistis jumlah sampah akan berkurang. Ini mengingat telah tercapai kesepakatan antara restoran cepat saji, pub, hotel dan perusahaan katering untuk mengurangi limbah makanan tiga tahun ke depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement