REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Kementerian Luar Negeri Suriah mengaku pemerintah menolak setiap upaya untuk menyeret pengungsi Palestina di Suriah ke dalam krisis saat ini di negeri itu, demikian dikutip dari kantor berita Suriah, Sanaa, Rabu (8/11) waktu setempat.
Pernyataan kementerian tersebut dikeluarkan di tengah laporan bentrokan yang terjadi yang melibatkan pengungsi Palestina dan gerilyawan bersenjata di kamp pengungsi Palestina di Ibu Kota Suriah, Damaskus.
Di dalam pernyataan itu, Kementerian tersebut mengklaim "kelompok bersenjata" selama beberapa hari belakangan telah meningkatkan aksi mereka terhadap kamp Palestina di Damaskus dan Provinsi Daraa di bagian selatan negeri tersebut. Ditambahkannya, serangan itu telah merenggut jiwa banya warga sipil yang tak berdosa.
"Suriah tak pernah ragu dalam menawarkan pengorbanan finansial dan jiwa bagi orang Palestina agar mereka bisa memperoleh hak sah mereka," kata pernyataan itu.
Kementerian mendesak semua kelompok Palestina agar menjauh dari apa yang mereka sebut tengah direncanakan akan dilakukan oleh kelompok bersenjata, demikian laporan Xinhua --yang dipantau di Jakarta, Kamis (8/11).
Selama krisis 20 bulan, pengungsi Palestina yang dilahirkan di Suriah telah terperangkap di tengah konflik, setelah berusaha cukup lama untuk menjauhkan diri dari kancah pertumpahan darah.
Kamp pengungsi Palestina di Damaskus, Yarmouk, telah beberapa kali terperangkap dalam bentrokan yang berlangsung antara gerilyawan bersenjata dan prajurit militer pemerintah di kabupaten yang berdekatan dan dilanda konflik.
Lebih dari 30 orang Palestina telah tewas sejak pekan lalu, setelah beberapa bom menghantam blok permukiman mereka di kamp Yarmouk.
Setelah tinggal di Suriah sejak 1948, ketika Israel diproklamasikan, pengungsi Palestina telah bercampur dalam masyarakat Suriah dan menjadi bagian darinya, sehingga nasib mereka tak berbeda dengan nasib warga lain Suriah.