REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kepala Kehakiman Iran, Ayatollah Sadeq Amoli Larijani menegaskan para pejabat AS tidak boleh berpikir bahwa mereka dapat memeras Iran di meja perundingan.
"Tidak mudah menjalin hubungan dengan AS setelah semua tekanan dan kejahatan dilakukan AS pada rakyat Iran. Hubungan tersebut tidak mungkin dibangun dalam tempo semalam," kata Larijani di Teheran, Rabu (7/11), seperti diberitakan Kantor Berita Fars.
"Orang-orang Amerika tidak seharusnya membayangkan bahwa mereka dapat memeras negara kita dengan duduk di meja perundingan dengan Iran," tuturnya.
Sementara, Amoli Larijani mencatat kemungkinan pembicaraan bilateral antara Teheran dan Washington, dan mengatakan perundingan dengan Iran akan menguntungkan AS. "... AS akan jadi bijaksana hanya ketika berhasil memperoleh kepercayaan Iran", tambahnya.
Amerika Serikat dan Iran memutuskan hubungan diplomatik sejak April 1980, setelah mahasiswa Iran merebut pusat spionase Amerika Serikat di kedutaan besarnya di Teheran. Hubungan kedua negara sejak saat itu tegang.
Teheran menghadapi berbagai sanksi Washington setelah Revolusi Islam 1979 berhasil menggulingkan raja boneka AS yang telah lama berkuasa di negara itu.
Hubungan kedua negara kian memburuk menyusul kemajuan Iran di bidang teknologi nuklir sipil. Washington dan sekutu Baratnya menuduh Iran mencoba mengembangkan senjata nuklir dengan kedok program nuklir sipil, sementara mereka tidak pernah menyajikan bukti nyata untuk mendukung tuduhannya.
Iran membantah tuduhan itu dan bersikeras bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai. Teheran menekankan bahwa negaranya selalu mengejar jalur sipil untuk menyediakan bahan bakar penduduk Iran yang terus tumbuh karena bahan bakar fosil akhirnya akan habis.
Juga selama peristiwa pasca pemilu terakhir di Iran, para pejabat Iran menemukan sejumlah dokumen serta serangkaian pengakuan yang menunjukkan bahwa AS berupaya menyalakan kerusuhan di negara itu.