Kamis 08 Nov 2012 21:06 WIB

Assad: Barat tak akan Berani Invasi Suriah

Rep: afriza hanifa/ Red: Taufik Rachman
Bashar al-Assad
Foto: Reuters
Bashar al-Assad

REPUBLIKA.CO.ID,BEIRUT -- Presiden Bashar Al-Assad menyatakan tak melihat adanya gangguan Barat dalam intervensi militer Suriah. Assad yakin Barat tak akan menyerbu Suriah.

Saat wawancara dengan Televisi Russia "Today", Assad mengatakan, Barat akan menanggung dampak besar jika ikut campur konflik Suriah. Gejolak dunia, kata Assad, akan menjadi dampak buruk jika Barat benar-benar menyerbu Suriah.

"Saya pikir harga yang dibayar Barat untuk invasi Suriah, jika itu benar-benar terjadi, akan lebih besar dari apa yang bisa ditanggung seluruh dunia. Itu akan menjadi efek domino yang akan mempengaruhi dunia dari Atlantik hingga Pasifik," ujarnya.

Assad tak menyebut dampak besar apa yang akan melanda dunia jika Barat benar-benar menginvasi Suriah. Assad hanya mengancam adanya gejolak besar dunia sebagai dampak dari invasi tersebut. "Saya tak percaya BArat tengah menuju ke arah ini (menyerbu Suriah), tapi jika mereka lakukan, tak seorang pun yang dapat mengatakan apa yang akan terjadi setelahnya," kata Assad mengancam.

Sebelumnya, Assad dengan tegas tak akan meninggalkan negaranya sekeras apapun oposisi memeranginya. Dalam wawancara yang sama, Assad dengan tegas mengatakan hidup dan matinya di Suriah.

"Saya bukan boneka Barat dan Barat tidak mampu membuat saya meninggalkan Suriah ke Barat ataupun negara lain. Saya adalah Suriah, saya lahir di Suriah dan saya akan hidup dan mati di Suriah," ujarnya.

Assad menjabat sebagai presiden Suriah pasca kematian ayahnya Hafez Al-Assad pada 10 Juni 2000. Bashar Al-Assad pun menjadi pemimpin Partai Ba'ath dan militer kemudian diangkat menjadi presiden 17 Juli 2000 dalam usia 35 tahun. Ia pun kembali terpilih pada pemilu berikutnya 27 Mei 2007 untuk masa jabatan tujuh tahun kedepan.

Protes terhadap rezim Assad mencuat sejak Maret 2011. Bermula demonstrasi, penggulingan Assad pun menjadi perang sipil mematikan di Suriah. Aktivis oposisi mencatat, lebih dari 36 ribu orang tewas sejak pergolakan dimulai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement