REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--New York City, yang diporak-porandakan Badai Sandy akhir Oktober dan diterjang badai salju tak biasa awal musim dingin pada Rabu (7/11), memberlakukan kebijakan penjatahan bahan bakar pada Jumat, dalam menghadapi kekurangan bahan bakar di seluruh kota tersebut.
Wali Kota Michael Bloomberg, Kamis (8/11), menandatangani instruksi darurat guna memberlakukan sistem plat nomor ganjil-genap bagi pembelian bensin.
Hanya mobil dengan plat nomor ganjil akan diperkenankan mengisi bahan bakar pada tanggal ganjil, sementara kendaraan bermotor dengan nomor yang berakhir genap atau nol akan memenuhi syarat mengisi bahan bakar pada tanggal genap, kata Wali Kota Bloomberg.
"Badai pekan lalu sangat mempengaruhi sistem bahan bakar --membuat tak berfungsi prasarana penting yang diperlukan untuk membagikan bensin," kata Wali Kota Bloomberg ketika mengumumkan penjatahan tersebut. "Ini bukan langkah yang kami lakukan dengan enteng.
Namun, mengingat kekurangan yang akan kami hadapi selama beberapa pekan ke depan, dan meningkatkan kekecewaan warga New York, kami percaya ini adalah langkah yang tepat."
Sistem genap-ganjil sementara itu, yang diputuskan guna mengurangi waktu dan menunggu dan antrian di stasiun pompa bensin di lima permukiman New York City, akan berlaku sampai ada pemberitahuan lebih lanjut, kata wali kota tersebut sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Jumat pagi.
Nassau dan Suffolk, dua kabupaten yang berada di Daerah Metropolitan New York tapi diperintah oleh Negara Bagian New York, akan bergabung dengan New York City dalam praktek sistem baru penjatahan bahan bakar.
Dalam taklimat pada Kamis, Gubernur New York Andrew Cuomo mengatakan keputusan semacam itu diserahkan kepada kabupaten. Namun warga Long Island, yang frustrasi, berharap Cuomo dan pejabat lain pemerintah bertindak lebih lanjut guna mengatasi kekurangan bensin.
Badai Sandy menerjang East Coast, AS, dan mendarat di New Jersey pada 29 Oktober, menewaskan lebih dari 100 orang dan memutus pasokan listrik buat 8,5 juta orang lebih pada puncaknya, serta menimbulkan kerusakan yang diperkirakan berjumlah 50 miliar dolar AS.