REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Rezim Suriah, Bashar Al-assad menolak penilaian sedang terjadi perang sipil di negaranya. Situasi di negara itu adalah peperangan melawan terorisme.
Assad mengaku tidak menyesal melakukan perlawanan demi keutuhan negara yang masih dipimpinnya. "Siapa bilang kami melakukan perang (sipil)?" kata Assad saat di Beirut, seperti dikutip The Associated Press, Jumat (9/11), dan dilansir NDTV, Sabtu (10/11).
Diakui Assad, ia merasa hebat melakukan peperangan melawan pemberontak yang dianggapnya adalah musuh negara dan sponsor asing. Alih-alih mengaku telah melakukan pembantaian, ia malah menuduh internasional sengaja merongrong kekuasaan yang sudah dipeliharanya lebih dari 12 tahun.
Dalam penilian Assad, rezimnya tidak menyesal sudah melakukan peran heroik guna mempertahankan negaranya. "Mereka (pemberontak) adalah terorisme mewakili asing," kata dia.
Observatorium Hak Asasi Manusia untuk Suriah, mengatakan lebih dari 32 ribu nyawa melayang dalam kekerasan bersenjata di Suriah. Konflik yang berujung peperangan tersebut dipicu aksi demonstrasi di Damaskus, menuntut mundurnya Assad dari tampuk kekuasaan Maret 2011 lalu.
Tuntutan tersebut adalah rentetan dari gejolak revolusi di negara-negara Timur Tengah. Assad menolak tuntutan rakyatnya. Meredam aksi unjuk rasa dan demonstrasi dengan peluru.
Kondisi semakin runyam lantaran kelompok kontra Assad merapatkan barisan dengan banyak milisi bersenjata. Beberapa petinggi militer juga membelot dan membentuk Dewan Transisi Suriah (SNC).
Internasional mengutuk serangan tersebut, mendesak agar segera dilakukan gencatan senjata dan rekonsiliasi. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Liga Arab dilibatkan dengan menunjuk utusan internasional untuk perdamaian di negara poranda itu.
Terakhir gencatan senjata dilakukan saat Hari Idul Adha, setelah gagal pada April 2012. Tapi upaya perdamaian yang dimotori Lakhdar Brahmini tersebut, kembali menemukan kegagalan.
Assad sesumbar mengatakan pemerintah dan tentara sedang mengalami perang yang tangguh dan sengit. Namun ia menerangkan bisa saja mengakhiri peperangan, asalkan internasional tidak ikut campur, dan menghentikan pengiriman senjata kepada kelompok pemberontak.
"Saya katakan kepada anda, dalam waktu seminggu saya dapat menyelesaikan semua ini," tegas dia seraya menantang.