REPUBLIKA.CO.ID,KOLOMBO - Oposisi utama Sri Lanka menuntut pemerintah melakukan penyelidikan independen atas kerusuhan yang menewaskan 27 narapidana di Penjara Welikada, Kolombo, Jumat (9/11). Menurut Partai Persatuan Nasional (UNP), kerusuhan di penjara tersebut merupakan kegagalan pemerintah menjaga stabilitas negara.
Ketua Partai UNP Tissa Attanayake mengatakan, bentrokan di dalam penjara sudah sering kali terjadi di Sri Lanka. Faktor penyebab kerusuhan itu harus diselidiki. Insiden ini telah merusak reputasi Sri Lanka di mata internasional. “Ini adalah pembantaian,” kata Juru Bicara UNP Mangala Samaraweera kepada kantor berita AFP, Ahad (11/11).
Partai oposisi menuntut agar parlemen mendesak pemerintah membentuk komite pencari fakta guna menyelidiki penyebab terjadinya kerusuhan. Kelompok oposisi lainnya dari Partai Rakyat Liberal menyayangkan penggunaan militer saat proses penggeledahan.
Kerusuhan bermula ketika polisi mencoba melakukan operasi penggagalan penyelundupan narkoba dan senjata ke dalam penjara. Kekisruhan pun tak terelakkan. Pemerintah kemudian mengerahkan tentara buat meredam pertikaian. Militer mencoba mengambil alih penjara dengan menggunakan persenjataan. Militer memperluas zona darurat beberapa radius dari lokasi penjara. Menurut pemerintah, kerusuhan telah berubah menjadi peperangan.
Terlihat para narapidana menguasai penjara dengan menggunakan senjata perang laras panjang. Mereka menembaki patroli polisi dan militer dari atap gedung penjara. Dan, berhasil menguasai gudang persenjataan milik penjaga penjara yang berisikan 80 pucuk senapan otomatis.
Menteri Penjara Chandrasiri Gajadeera mengatakan di hadapan parlemen Sri Lanka, Sabtu (10/11), sebanyak 27 narapidana tewas. Sedangkan, 43 orang lainnya dilarikan ke rumah sakit, 13 di antaranya merupakan satuan polisi dan empat tentara militer. Sedangkan, dua lagi adalah sipil.
Menurutnya, kekerasan dipicu oleh operasi polisi menggagalkan penyelundupan persenjataan ke dalam penjara. Kerusuhan yang berujung peperangan sipil di penjara kali ini adalah yang terburuk dalam aksi serupa sejak 1983. Saat itu, kerusuhan di penjara berlatar belakang konflik antara etnis Tamil dan non-Tamil. Lebih dari 50 orang tewas.