REPUBLIKA.CO.ID, MEKSIKO -- Kepala pemerintahan di Amerika Latin mempertanyakan konsistensi Amerika Serikat (AS) untuk menekan tingginya perdagangan obat bius transnasional. Mereka mendesak adanya kerja sama dan strategi baru terkait kejahatan terorganisir dan mengglobal.
"Fokus utama masyarakat internasional harus diubah. Ini tidak dapat ditunda," dalam pernyataan bersama Presiden Meksiko, Filipe Calderon dan empat presiden lainnya. Presiden Kosta Rika, Honduras, Belize, dan Guatemala sepakat menyatakan hal tersebut, dan mengaku khawatir dengan peredaran obat bius di benua tersebut.
"Konsumsi zat mematikan ini terus meningkat pada tingkat global," sambung pernyataan tersebut, seperti dikutip kantor berita Reuters, Selasa (12/11).
Perdagangan obat bius telah memicu rangkaian aksi kejahatan luar biasa di Amerika Latin. Di Meksiko pembunuhan berencana dan peperangan antar kertel obat bius sempat memporakporandakan wilayah perbatasan Meksiko dan Amerika Serikat (AS).
Calderon bahkan mempertaruhkan jabatan kepresidenannya sebagai bentuk perlawanan dan peperangan terhadap obat bius. Dia menggunakan armada militernya untuk membasmi peredaran sebab khawatir kegiatan hitam itu akan memicu degradasi sosial yang tinggi.
Pemimpin Amerika Latin juga merasakan kondisi serupa. Tingginya konsumsi obat bius telah memicu situasi yang rawan dan menggoyangkan stabilitas keamanan di negara-negara Andes tersebut. Kawanan pemimpin latin ini mengaku kecewa dengan kebijakan hukum di Washington yang melegalkan obat bius di beberapa negara bagian. Bahkan di Negara Bagian Colorado, anggota senat yang berhasil terpilih menjanjikan akan menyajikan wahana rekreasi obat bius, dengan melegalkan marijuana.
Amerika Latin semakin skeptis tentang garis keras terhadap peredaran obat terlarang ini, mengingat AS adalah negara dengan konsumen terbesar bahan-bahan adiktif tersebut. Calderon mengecam keras legalilasi produk terlarang tersebut dan meminta dukungan negara tetangganya untuk bergabung melawan peredarannya.