REPUBLIKA.CO.ID,TRIPOLI -- Pasca penggulingan rezim Muammar Qaddafi tahun lalu, pemerintahan baru Libya akhirnya dilantik pada Rabu (14/11). Namun tujuh dari 27 kursi kabinet masih kosong menyusul banyaknya protes keterlibatan pejabat dengan rezim yang memerintah Libya selama 42 tahun tersebut.
Sebanyak 20 menteri dilantik di aula kongres nasional dengan pengamanan yang ketat. Militer berjaga di area gedung kongres lengkap dengan senjata anti pesawat dan anjing pelacak. Sementara para menteri baru bersumpah untuk melindungi negara Afrika Utara produsen minyak terbesar tersebut.
Perdana Menteri Libya Ali Zeiden mengatakan, pembentukan pemerintahan baru tersebut akan mendukung terbentuknya demokrasi di Libya. Tujuan revolusi diharapkan dapat dibangun melalui pemerintahan aru tersebut.
"Pemerintahan ini akan menjadi kuat, tegad, ketat dan akan melakukan banyak hal dengan kekuatan dengan dukungan kongres nasional dan rakyat Libya. Sehingga kita akan mampu meraih ambisi dan tujuan revolusi," ujar perdana menteri.
Adapun tujuh calon menteri lain ditolak karena dianggap tak memenuhi persyaratan akibat memiliki hubungan dengan rezim Qaddafi. Daftar kabinet diusulkan Zaiden 31 Oktober lalu. Majelis Nasional pun menyetujui struktur pemerintahan baru tersebut. Namun daftar nama usulan Zeiden memicu protes dari kalangan luar kongres.
Tiga nama yang diusulkan, termasuk calon menteri dalam negeri, ditolak oleh Otoritas Integritas Nasional, sebuah badan independen yang terdiri dari puluhan hakim dan perwakilan masyarakat sipil. Sementara empat nama, termasuk calon menteri luar negeri masih dalam tahap pemeriksaan terkait hubungan dengan rezim