REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Setelah enam hari serangan yang terus memakan korban, Kelompok Hamas setuju melakukan genjatan senjata dengan Israel di Jalur Gaza.
Pemerintah Gaza tersebut berkenan melakukan genjatan senjata jika pihak Israel pun menghentikan serangan mereka. Hamas juga mensyaratkan pembukaan blokade Gaza untuk mencapai kesepakatan genjatan senjata tersebut.
Presiden Mesir Muhammad Mursi bertemu pemimpin politik Hamas, Khaled Meshaal dan Ramadan Shallah dari kelompok Jihad Islam untuk menyerukan upaya mediasi, Ahad (18/11). Tak dikabarkan secara rinci apa yang dihasilkan dari pembicaraan tersebut. Namun seorang asisten dekat Meshaal, Izzat Risheq menulis dalam akun Facebook-nya bahwa Hamas menyetujui genjatan senjata.
Risheq mengatakan, pihaknya menyetujui genjatan senjata untuk menyelesaikan konflik di Gaza yang terus memakan korban. Namun, kelompok yang memimpin Gaza tersebut menyatakan akan melakukan genjatan senjata setelah Israel menghentikan serangan dan membuka blokade Gaza.
"Hamas menyetujui genjatan senjata setelah Israel menghentikan agresinya, mengakhiri upaya pembunuhan yang terus ditargetkan (militer Israel) dan menarik (kebijakan) blokade Gaza," tulisnya.
Sementara itu Wakil Perdana Menteri Israel Moshe Yaalon menulis dalam Twitter-nya bahwa pihaknya akan menghentikan serangan jika Hamas menghentikan peluncuran roket. Jika Hamas melakukan hal tersebut, maka genjatan senjata akan disetujui Israel.
"Jika ada ketenangan di selatan dan tidak ada roket ataupun rudal yang ditembakkan warga Israel, atau serangan teroris yang direkayasa dari Jalur Gaza, maka kami tidak akan menyerang," ujarnya.