REPUBLIKA.CO.ID, Klaim ini muncul dari salah satu media terkemuka di Israel, Hareetz, yang dikenal moderat. Ahmad Jaberi disebut subkontraktor yang bertugas menjaga keamanan Israel di Gaza.
Predikat itu, seperti yang ditulis Hareetz, terdengar absurd bagi siapa pun yang selama beberapa jam terakhir mendengar Jabari digambarkan sebagai 'kepala staf teroris' Hamas yang setara seperti 'Bin Ladin".
Namun, menurut klaim Hareetz dalam lima setengah tahun terakhir, Israel menuntut Hamas untuk mematuhi perjanjian di bagian selatan dan mendesak untuk menggandakan organisasi militan bersenjata di Jalur Gaza. Pria yang bertanggung jawab untuk menjalankan kebijakan itu, sebut Hareetz, adalah Ahmad Jabari.
Sebagai imbalan untuk menjaga 'kesunyian' yang tak pernah sempurna, Israel mendanai rezim Hamas lewat aliran shekels di truk-truk lapis baja ke bank-bank Gaza dan terus menyuplai layanan infrastruktur dan kesehatan untuk para penduduknya.
Jabari, disebut Haretz, adalah partner Israel dalam negosiasi pembebasan Ghilad Shalid. Pun peran Jabari yang memastikan keamanan dan kesejahteraan tahanan Israel dalam tahanan di Gaza dan dia pulalah yang menyaksikan saat Shalit kembali ke rumahnya pada musim gugur tahun lalu.
Kini Israel menuding subkontraktornya tidak berperan dan tak menjaga janji untuk membuat kawasan perbatasan di selatan tetap 'diam'. Protes berulang kali muncul terhadapnya terutama menyangkut ulah Hamas yang dianggap Israel tak mampu mengendalikan organisasi lain, meski bisa jadi Hamas--masih menurut Hareetz, tidak tertarik untuk melakukan aksi kekerasan.
Jabari pun diperingatkan secara terbuka. Pekan pertama November lalu, petinggi militer Israel (IDF) menyatakan bahwa target pembunuhan terhadap tokoh-tokoh Hamas akan diperbarui. Jabari dieksekui pada Rabu 14 November dalam aksi pembunuhan terbuka, di mana Israel bergegas menyatakan diri bertanggung jawab.
Pesannya sederhana dan jelas: Kamu gagal, kamu mati. Atau seperti kalimat yang suka diucapkan Menteri Pertahanan Ehud Barak. "In the Middle East there is no second chance for the weak." ("Di Timur Tengah tak ada kesempatan kedua untuk orang lemah")
Pembunuhan terhadap Jabari, tulis Hareetz, akan dicatat sejarah sebagai satu lagi aksi militer mencolok yang diprakarsai pemerintah tepat menjelang pemilihan umum.
Aksi ini disebut peneliti, Profesor Yagil Levy sebagai 'mengipasi konflik sebagai strategi kontrol antarnegara". Konflik eksternal di sini dianggap membantu pemerintah memperkuat posisinya di dalam negeri karena masyarakat bersatu di belakang tentara, kemudian masalah ekonomi dan sosial dipinggirkan sementara dari agenda nasional.
Hingga kini belum ada komentar dari Hamas terhadap klaim tersebut.