REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Medical Emergency Rescue Committe (MER-C) menyatakan siap bertahan di tengah suasana genting di Gaza demi menyelesaikan pembangunan RS Indonesia tahap kedua. Segala dukungan dari berbagai pihak menguatkan proses yang telah berjalan 50 persen.
Ketua Divisi Konstruksi MER-C, Ir Faried Thalib yang memimpin program pembangunan RS Indonesia di Gaza menjelaskan bahwa basement RS Indonesia dibangun dengan tujuan sebagai tempat penyimpanan obat-obatan. “Ahamdulillah sekarang tempat ini menjadi tempat para relawan berlindung di saat Gaza diserang,” imbuhnya, Selasa (20/11).
Sikap resisten MER-C terhadap serangan Israel itu didukung penuh oleh perwakilan dari Pesantrean Al Fatah dan Aqsa Working Group. Kedua lembaga ini konsisten mendukung dan terlibat langsung dalam program pembangunan RS Indonesia di Jalur Gaza, Palestina. Relawan konstruksi yang selama ini ditugaskan ke Gaza seluruhnya berasal dari pesantren Al Fatah yang berpusat di Cileungsi.
Imam Al Fatah, Muhyidin Hamidy, menyatakan bahwa sejatinya terdapat 150 orang relawan dari pesantren Al Fatah yang telah menyatakan kesediaanya untuk ditempatkan di Gaza. “Seluruh relawan, baik yang telah berada di Gaza maupun yang belum berangkat sudah paham betul dengan kondisi Gaza,” ungkapnya.
Relawan yang telah diberangkatkan ke Gaza kali ini adalah yang sudah melalui serangkaian seleksi ketat yang dilakukan MER-C dan Al Fatah, tidak hanya keahliannya di bidang konstruksi tetapi juga fisik dan mental. Hal ini dilakukan karena memang beratnya medan dan amanah tugas yang akan mereka jalankan di Gaza.
Selain bantuan dalam bentuk fisik, doa merupakan hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh rakyat Palestina. Hal ini disampaikan oleh Ustadz Yakhsallah Mansur, Pimpinan Pesantren Al Fatah. “Kami menyerukan seluruh umat Islam untuk membaca qunut Nazilah, yang dibacakan di setiap shalat fardhu,”ujarnya.
Agus Sudarmadji dari Aqsa Working Group menyadur sebuah pernyataan Norman Finkelstein. Dia pernah berkata bahwa Israel adalah negara sakit, dipimpin oleh pemimpin yang sakit, dan memiliki kebiasaan hidup yang sakit. Untuk itu, Agus meminta adanya aksi pembelaan terhadap mereka yang tertindas.