Rabu 21 Nov 2012 03:09 WIB

Limbah Nuklir Bikin Korsel Kebingungan

Sebuah pembangkit nuklir di Wolsong, Korea Selatan (Foto: dok). Dua pembangkit nuklir Korea Selatan ditutup setelah ada kerusakan alat, Selasa (2/10).
Foto: AP
Sebuah pembangkit nuklir di Wolsong, Korea Selatan (Foto: dok). Dua pembangkit nuklir Korea Selatan ditutup setelah ada kerusakan alat, Selasa (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) akan mengadakan konsultasi publik mengenai penempatan limbah nuklir karena kapasitas penyimpanan reaktor sudah penuh, kata Wakil Menteri Ekonomi Korea Selatan, Cho Seok, Selasa (20/11).

Menurut rencana, Korsel akan membentuk lembaga konsultan independen sebagai respons atas krisis nuklir terburuk yang terjadi karena pemalsuan sertifikat yang digunakan penyedia suku cadang industri nuklir. Hal itu menyebabkan berhentinya dua reaktor tepat saat penduduk negara menghadapi musim dingin.

Pemerintah Korsel dikritik karena tidak transparan dalam soal keamanan program nuklir dan soal pengawasan ganda. Kementerian Pengetahuan Ekonomi dan pejabatnya mengatakan pada Selasa waktu setempat bahwa konsultasi untuk persoalan penyimpanan limbah nuklir sementara, dalam jangka sekitar 50 tahun, akan selesai pada 2014.

Korsel memproduksi setidaknya 12.340 ton limbah nuklir sampai Juni 2012. Menurut data pemerintah, angka tersebut setara dengan 71 persen kapasitas penyimpanan reaktor.

Di bawah perjanjian dengan Amerika Serikat, negara tersebut juga dilarang memproses ulang bahan bakar yang sudah digunakan, karena dikhawatirkan dapat memperburuk ketegangan soal nuklir dengan Korea Utara. Fasilitas penyimpanan yang tersebar dalam empat area pembangkit tenaga nuklir akan beroperasi secara penuh antara 2016 dan 2021.

Kekuatan ekonomi nomor empat di Asia itu mempunyai 23 reaktor nuklir yang sepertiga dari kebutuhan listrik nasional. Korea Selatan berencana untuk menambah 11 reaktor pada 2024 untuk menambah kontribusi tenaga nuklir sampai 50 persen. Untuk memindahkan limbah nuklir ke negara berkembang membutuhkan persetujuan Amerika Serikat sesuai dengan kesepakatan bilateral yang selesai pada 2014.

"Hal itu terpisah dari apa yang telah didiskusikan oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan tentang pemrosesan ulang limbah bahan bakar nuklir," kata Wakil Menteri Ekonomi Cho Seok kepada wartawan, merujuk pada rencana konsultasi. Cho dan pejabat lain menolak untuk memberi komentar pada status pembicaraan dengan Amerika Serikat.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement