Rabu 21 Nov 2012 02:13 WIB

FARC Nyatakan Genjatan Senjata

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Dewi Mardiani
Pasukan Revolusioner Bersenjata Kolombia (FARC).
Foto: AP
Pasukan Revolusioner Bersenjata Kolombia (FARC).

REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Kelompok oposisi Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) menyatakan genjatan senjata secara sepihak selama dua bulan dengan pemerintah Kolombia. Pernyataan tersebut disampaikan pihak FARC saat melakukan negosiasi perdamaian dengan pemerintah setelah hampir setengah abad dilanda peperangan.

Pemimpin negosiator FARC dalam negosiasi yang dihelat di Havana tersebut, Ivan Marquez mengatakan, FARC menyatakan akan menghentikan semua serangan operasi militer dan tindakan sabotase infrastruktur dimulai sejak Senin (19/11) malam hingga 20 Januari 2013.

Genjatan tersebut, dimaksudkan FARC untuk menunjang dialog menuju kesepakatan perdamaian dengan pemerintah Kolombia. "Keputusan kebijakan FARC ini merupakan kontribusi yang dibuat untuk menguatkan iklim saling mengerti yang dibutuhkan agar seluruh pihak yang memulai dialog ini mencapai tujuan yang diinginkan oleh semua warga Kolombia," kata Marquez.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah Kolombia menolak keras. Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos, menegaskan tak akan ada penghentian operasi militer, hingga kesepakatan akhir perdamaian ditandatangani antara FARC dan pemerintah.

Menteri Pertahanan Kolombia, Juan Carlos Pinzon pun dengan tegas menolak genjatan senjata tersebut. Ia mengatakan pihaknya masih memiliki tugas untuk mengejar setiap orang yang melanggar konstitusi. Orang-orang yang bergabung dalam FARC tersebut, kata Pinzon, masih harus bertanggung jawab atas kejahatan yang mereka lakukan.

"Tugas konstitusional untuk mengejar semua penjahat yang telah melanggar konstitusi. Oara teroris dari FARC akan ditangkap atas semua kejahatan yang mereka lakukan selama bertahun-tahun," tuturnya.

Mantan senator Kolombia, Piedad Cordoba mengatakan, upaya genjatan senjata sepihak yang dilakukan FARC akan memberikan kelompok tersebut kredibilitas dan legitimasi.

sumber : AP/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement