REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah menilai sikap Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terkesan lamban mengatasi konflik Jalur Gaza, sehingga menimbulkan banyak korban rakyat sipil, terutama perempuan dan anak-anak.
"Kami melihat sikap PBB normatif saja. Tidak ada langkah konkrit apa yang dilakukan terhadap konflik yang terjadi di sana. Ini yang sangat disayangkan," kata Ketua Kwartir Pusat Kepanduan Hizbul Wathan Muhammdiyah Abdul Rasyid Wasyim di Palangka Raya, Selasa (20/11).
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah negara-negara yang memiliki kekuatan hanya berdiam diri saja melihat agresi Israel ke Palestina. "Peristiwa penyerangan di Jalur Gaza sudah menciderai hak asasi manusia (HAM) dan melanggar konvensi internasional apalagi yang menjadi korban kebanyakan perempuan dan anak-anak," katanya.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah melakukan tindakan dan mengambil langkah menyelamatkan rakyat di Jalur Gaza serta menyerukan Hamas dan Al Fatah agar akur dan damai. "Apabila Hamas dan Al Fatah tidak akur seperti sekarang, yang terjadi akan merugikan perjuangan Palestina untuk merdeka," ucapnya.
Sementara Ketua Pimpinan Wilayah Muhammdiyah Kalteng Ahmad Syar'i menilai PBB dalam mengatasi konflik di Jalur Gaza tidak bisa bersikap ganda dan tidak tegas yang terkadang tergantung dengan Amerika Serikat.
Yang membuatnya tercengang adalah Amerika Serikat yang mengaku menghargai HAM, tapi di sisi lain apa yang terjadi di Palestina terkesan pembiaran terhadap hak asasi manusia.
Menurut pandangan Muhammadiyah, rakyat Palestina berhak memperoleh kemerdekaan. Dia berharap kepada pimpinan dunia segera mengakhiri konflik di Jalur Gaza karena sangat merugikan, apalagi banyak rakyat sipil yang menjadi korban.
Pemerintah Indonesia harus memberi dorongan kepada masyarakat Palestina untuk mencapai kemerdekaannya, karena sesuai komitmen negara yakni memberikan hak kepada warga negara guna memperoleh kemerdekaannya.