REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kelompok oposisi yang dipelopori Mohamed AlBaredai dan mantan calon presiden Amr Moussa menyerukan penentangan terhadap dekrit Presiden Mohmed Moursi yang dikeluarkan pada Kamis malam.
Mereka menyerukan demo sejuta umat di Bundaran Tahrir pada Jumat (23/11) untuk mendesak pembatalan dekrit tersebut karena menilai Presiden Moursi telah melampaui kewenangannya.
Dekrit tersebut menegaskan bahwa semua keputusan presiden yang diambil sejak resmi menjabat presiden pada 30 Juni 2012 bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun.
Moursi merujuk pada sejumlah keputusannya termasuk penetapan pemulihan parlemen yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi, dan pemberhentian Jaksa Agung Abdel Maguid Mahmoud.
Keputusan pemulihan parlemen tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dan pemberhentian Jaksa Agung Mahmoud juga ditolak oleh yang bersangkutan.
Dalam dekrit berisi enam butir itu, di antaranya mengangkat Jaksa Agung Talaat Ibrahim menggantikan Abdel Maguid Mahmoud, yang sebelumnya menolak tawaran sebagai duta besar di Vatikan.
Mahmoud dianggap berperan membebaskan para perwira polisi yang diduga terlibat pembunuhan terhadap 850 demontran di Kairo dan di sejumlah provinsi pada revolusi awal tahun lalu.
Pendukung Ikwanul Muslimin pada Kamis malam memenuhi pelataran kantor Mahkamah Agung saat Presiden Moursi melantik Talaat Ibrahim sebagai jaksa agung.
Dekrit tersebut diterbitkan di tengah bentrokan berdarah dalam sepekan terakhir di Jalan Mohamed Mahmoud, kompleks Kantor Kementerian Dalam Negeri, dekat Bundaran Tahrir di pusat kota Kairo, untuk menuntut pengadilan terhadap koruptor dan pelaku pembunuhan demonstran oleh para pejabat rezim Mubarak.
Bentrokan di Jalan Mohamed Mahmoud itu melukai sedikitnya 156 orang dan lebih dari 200 orang ditangkap.
Para pengulas berita memperkirakan iklim politik Mesir akan semakin menghangat akibat dikeluarkannya dekrit presiden tersebut.
Sejak tumbangnya rezim Presiden Mubarak pada 11 Februari 2011, Mesir mengalami kebuntuan politik dan ketidakstabilan keamanan.
Penyusunan konstitusi baru juga mengalami jalan buntu dengan mundurnya sejumlah anggota Majelis Konstituante pada awal pekan ini. Dalam dekrit itu, presiden memperpanjang masa tugas Majelis Konstituante selama dua bulan lagi.