Senin 26 Nov 2012 09:52 WIB

Fatwa Ulama: Langgar Genjatan Senjata, Dosa

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Dewi Mardiani
  Warga Palestina merayakan kemenangan atas Israel setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Gaza, Rabu (21/11) malam.  (AP/Bernat Armangue)
Warga Palestina merayakan kemenangan atas Israel setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Gaza, Rabu (21/11) malam. (AP/Bernat Armangue)

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Ulama besar Gaza mengeluarkan fatwa bahwa melanggar genjatan senjata antara Hamas dan Israel merupakan sebuah dosa. Fatwa kemudian menjadi legitimasi agama untuk komitmen pemerintah Gaza menegakkan kesepakatan genjatan senjata tersebut.

Maklumat keagamaan tersebut dikeluarkan Sabtu (24/11) malam oleh Suleiman Al-Daya. Ia adalah ulama terkemuka dan dihormati oleh dua kelompok konservatif di Gaza, salafi, dan hamas.

Al-Daya mengatakan, genjatan senjata harus dihormati. Kesepakatan tersebut menjadi tanggung jawab setiap warga Gaza. "Menghormati genjatan senjata, yang diupayakan oleh saudara-saudara kami di Mesir, merupakan tugas masing-masing dan setiap dari kita. Melanggarnya merupakan perbuatan dosa," ujar sang alim membacakan fatwa.

Sementara itu Juru Bicara Pemerintah Hamas di Gaza, Taher Nunu, mengatakan bahwa Hamas berkomitmen untuk genjatan senjata. Kepentingan nasional menjadi hal yang utama. "Pemerintah menegaskan kembali, kami memberkati kesepakatan yang diupayakan Kairo (pemerintah Mesir) dan menekankan bahwa itu akan bekerja untuk konsesus inernal Palestina dan kepentingan nasional tertinggi," ujarnya, Ahad (25/11).

Genjatan senjata antara Hamas dan Israel dimulai Rabu malam untuk mengakhiri peperangan keduanya selama delapan hari yang menewaskan 169 warga Palestina dan enam warga Israel. Genjatan senjata mengharuskan Israel menghentikan serangan dan Hamas menghentikan peluncuran roket.

Israel sempat melanggar kesepakatan pada Jumat dengan memberondong senapan di perbatasan, seorang pemuda Palestina tewas. Namun Mesir kemudian mengembalikan situasi kembali. Pihak Hamas menuntut Israel dan Mesir mencabut semua blokade terhadap Gaza.

Pembatasan perbatasan Gaza tersebut telah dilakukan sejak Hamas merebut Gaza tahun 2007. Akibatnya, perekonomian Gaza terpuruk dan tidak dapat berkembang. Selain itu, Nunu mengatakan, bahwa serangan Israel beberapa hari lalu telah memukul Gaza hingga menderita kerugian 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 12 triliun.

Kerugian Gaza tersebut termasuk kerusakan bangunan, pertanian, infrastruktur dan perdagangan. Sementara Israel terus membatasi masuknya bahan konstruksi.

Nunu mengatakan, pembahasan terkait pembatasan Israel tersebut akan dijadwalkan dalam pertemuan di Kairo, Senin. Pemerintah Gaza belum dapat memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk konstruksi wilayah Gaza. Namun, pemerintah telah menyepakati akan membangun kembali sebagian besar infrastruktur Gaza yang rusak sejak perang Israel berkecamuk tahun 2009.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement