REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK- Setelah diuji di medan perang melawan gempuran Israel, Palestina menang secara diplomatik di PBB.
Sebelum pukul lima sore waktu New York, Majelis Umum PBB memutuskan bahwa Palestina menjadi negara non-anggota PBB. Keputusan diambil dari hasil voting 138 negara setuju, 9 negara menolak dan 41 abstain.
Status negara non-anggota menempatkan Palestina pada level diplomatik yang sama dengan Vatikan. Ini berarti, secara teknis Palestina adalah negara yang berdaulat. Ini juga berarti, Palestina akan mempunyai akses ke organisasi internasional terutama Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag. Menurut ahli hukum internasional, Palestina akan dapat membawa kasus pendudukan yang dilakukan Israel sejak tahun 1967.
ICC pernah mencatat lebih dari 100 pemukiman Israel di Tepi Barat adalah sebagai kejahatan perang. Pemukiman Israel justru dapat membawa angin segar kepada Palestina untuk menjerat negara Zionis itu ke pengadilan. Bukan hanya itu, kekejaman Israel seperti penyerangan terhadap warga Palestina, perusakan properti dan masji akan menyeret Israel ke pengadilan.
Serangan ke pemukiman Palestina meningkat dalam beberapa tahun terakhir. "Jika Anda berada di tempat saya, apa yang akan anda lakukan? Kami tidak akan menggunakan kekuatan untuk melawan pemukiman Israel. Kami bisa menggunakan pengadilan, tetapi lebih baik Israel menghentikan tindakan keji kepada warga Palestina,"kata Presiden Palestina Mahmoud Abbas seperti yang dilansir dari Time, Jumat (30/11). Abbas yang berbicara dihadapan Majelis Umum PBB ini dengan jelas mengecam kejahatan perang Israel.
Meski demikian, kemenangan Palestina di PBB ini ditanggapi beragam oleh rakyat Palestina. Ada yang pesimis ada pula yang optimis. "Ini disebut resistensi, apakah perlawanan bersenjata atau perlawanan secara damai. Ini bukan soal menang dan kalah. Resistansi adalah membebaskan diri sendiri dan masyarakat dari pendudukan Israel,"kata Mahmoud Khames, penduduk Tepi Barat.
Sementara di Kota Ramallah, kerumunan warga menonton televisi. "Saya berharap banyak hal dapat dilakukan, yang paling penting adalah rekonsiliasi Hamas dan Fatah,"kata Mohammad Abdel Moute.