Jumat 30 Nov 2012 08:00 WIB

Kaukus Parlemen ASEAN Dukung Resolusi PBB terhadap Myanmar

Muslim Rohingya
Muslim Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- The ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC) menyambut gembira dan mendukung resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia di Myanmar karena memberi perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya, Karen, dan Katchin.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Kaukus Myanmar Parlemen ASEAN atau ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC), Eva Kusuma Sundari, dari Jakarta kepada ANTARA di Semarang, Jumat pagi.

Eva yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum dan HAM) DPR RI lega dengan penerimaan positif perwakilan Myanmar terhadap resolusi yang mendesak tindakan cepat untuk memastikan bantuan kemanusiaan dan perlindungan bagi puluhan ribu penduduk Myanmar yang dipaksa mengungsi di dalam negerinya.

Di satu sisi AIPMC mengapresiasi berbagai kemajuan di Myanmar. Akan tetapi, di sisi lain berharap agar Myanmar melaksanakan rekomendasi-rekomendasi dalam resolusi yang tidak mengikat itu dengan segera melaksanakan perbaikan situasi HAM di dalam negeri, terutama bagi etnis Rohingya yang mengalami kekerasan sistematis di negara bagian Rakhine.

"Sama seperti rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), AIPMC menuntut agar pemerintah Myanmar juga menjamin hak kewarganegraan kelompok etnis tersebut sebagai bentuk perlindungan bagi HAM mereka," kata Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu.

Berdasarkan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN OCHA), terdapat lebih dari 400 ribu pengungsi di Myanmar, dan 115 ribu jiwa di antaranya terusir dari rumah mereka di Rakhine akibat konflik antaretnik yang pecah sejak Juni lalu.

Selebihnya, kurang lebih 235.000 orang mengungsi akibat konflik di negara bagian Karen dan sekitar 75 ribu orang mengungsi akibat perang yang tengah berlangsung antara militer Myanmar dan pasukan kemerdekaan Kachin di bagian utara Myanmar.

AIPMC memprihatinkan pemerintah Myanmar yang tetap menolak mengakui kewarganegaraan suku Rohingya sebagai salah satu etnis resmi.

Perwakilan Myanmar di PBB menyatakan menerima resolusi, tetapi di sisi lain menyatakan, "Tidak ada etnik grup di Myanmar yang bernama Rohingya. Meski demikian, hak kewarganegaraan untuk anggota masyarakat tidak akan ditolak asal sesuai dengan hukum pertanahan."

Sikap penolakan pemerintah Myanmar tehadap hak kewarganegaraan bagi Rohingya, menurut Eva, merupakan hambatan bagi terwujudnya penyelesaian jangka panjang terhadap konflik horizontal di Rakhine sekaligus merupakan cermin adanya "ethno-nationalist superiority complex" kelompok dominan Buddhist-Burman dalam pemerintahan Myanmar.

AIPMC mendesak diperbolehkannya bantuan kemanusiaan masuk ke daerah-daerah konflik di Myanmar, terutama di Rakhinee. Akan tetapi, pihaknya juga mendesak supaya masyarakat menghentikan pelabelan Rohingya sebagai orang-orang "Bengali" untuk mengesankan mereka ilegal sehingga menjadikan mereka sasaran serangan.

AIPMC menyerukan bahwa setiap pemerintahan wajib memberikan keamanan, hidup yang bermartabat bagi ratusan ribu penduduk yang hidupnya sedang terancam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement