REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV--Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat pada Kamis (29/11) akhirnya mengakui peningkatan status Palestina sebagai negara pemantau non anggota.
Namun bagi Israel, perubahan status itu bukan hal besar. Perdana Menteri Benyamin Netanyahu menyatakan keputusan tidak akan mempercepat langkah menuju pendirian negara Palestina merdeka, alih-alih mendorong tujuan itu kian jauh terwujud.
"Tangan Israel siap merentang jauh untuk perdamaian, namun negara Palestina tidak akan terbentuk tanpa pengakuan bahwa Israel adalah negara Yahudi," ujar Netanyahu seperti dikutip Haaretz, Kamis (29/11)
"Negara Palestina tidak akan terbentuk tanpa deklarasi untuk mengakhiri konflik dan tanpa pengaturan keamanan untuk melindungi warga negara Israel. Tak satu pun topik ini disinggung dalam keputusan Sidang Majelis Umum PBB. Itulah beberapa alasan mengapa kami menolak resolusi yang diajukan."
Netanyahu menambahkan kembali berkata, "Perdamaian hanya bisa dicapai lewat negosiasi tanpa prasyarat antara pihak-pihak terlibat dan tidak melewati keputusan unilateral yang dibuat di PBB. Saya sarankan kita tak usah membesar-besarkan tepuk tangan di PBB."
"Saya masih ingat ketika keputusan unilateral penarikan Israel dari Gaza menerima tepuk tangan internasional, kita mendapat sambutan dan lalu roket. Israel menarik diri dari Gaza dan Iran masuk. Hal yang sama ketika kita meninggalkan Lebanon. Sebagai perdana menteri, saya tidak akan mengizinkan pertumbuhan teror Iran lain di Yudea dan Samaria--jantung negara ini--yang hanya beberapa kilometer dari pusat Yerusalem."