Jumat 30 Nov 2012 18:02 WIB

UUD Baru Mesir tak Ubah Hukum Islam

Bendera Mesir
Bendera Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Majelis Undang-Undang Dasar Mesir mempertahankan pokok hukum Islam sebagai sumber utama hukum, Jumat (30/11). Pertahanan pokok hukum Islam itu bergegas mengupayakan persetujuan atas keberatan dari oposisi, yang berpendapat memerlukan lebih banyak waktu.

Majelis itu juga menyepakati pasal menyatakan pokok tradisi hukum Kristen dan Yahudi akan memandu urusan pribadi dan agama pemeluk agama tersebut. Badan itu memungut suara atas pasal demi pasal UUD itu, dan dengan suara bulat setuju mempertahankan rumusan dari UUD lama, yang dibekukan sesudah pemberontakan rakyat menggulingkan Hosni Mubarak pada awal 2011.

Pasal 2 menyatakan Islam adalah agama negara dan bahasa Arab adalah bahasa resmi. Pokok hukum Islam adalah sumber utama undang-undang. Pasal 219, yang belum disetujui, berusaha menjelaskan kalimat tentang hukum Islam dalam istilah yurisprudensi Muslim Sunni.

Kelompok Salafi awalnya ingin bahasa lebih kuat dalam Pasal 2, tapi pada akhirnya mendukung kalimat akhir itu. Keputusan itu muncul di tengah tuduhan majelis banyak beranggota Muslim tersebut memaksakan piagam lolos dan unjukrasa atas penumpukan kekuasaan Presiden Mohamed Morsi, yang menjerumuskan negara itu ke kemelut lebih buruk sejak Morsi menjabat pada Juni.

Liberal, kiri dan perwakilan gereja Mesir menarik diri dari badan itu, dengan mengeluh majelis itu tidak demokratis dan terburu-buru menyelesaikan kerjanya. Sebanyak 67 persen suara dibutuhkan menyetujui piagam itu, jika gagal, putaran kedua digelar dengan hanya 57 persen suara diperlukan.

Setelah 24 jam, majelis itu akan bersidang untuk mencari pilihan bagi pasal tertolak, atau mencabutnya dari piagam tersebut. Rancangan UUD itu kemudian akan dikirim ke Morsi, yang harus mengadakan penentuan pendapat rakyat dalam 30 hari. Diperkirakan Morsi akan melakukannya dalam dua pekan ke depan.

Pengadilan membubarkan majelis UUD sebelumnya dan akan memutuskan kesahihan majelis saat ini. Tapi, pada pekan lalu, Morsi melucuti kekuasaan pengadilan membubarkan majelis itu dalam keputusan yang juga memberinya kekuasaan luas, yang tidak dapat dilawan pengadilan dan memicu pemogokan peradilan dan unjukrasa.

Dalam keputusannya, Morsi mengizinkan majelis itu dua bulan lagi setelah tenggat tengah Desember-nya untuk menyelesaikan piagam tersebut. Akibatnya, pengumuman badan itu segera menyetujui piagam tersebut menjadi kejutan tambahan bagi lawan.

Morsi dan pendukungnya berpendapat menunda UUD yang akan diikuti pemilihan anggota parlemen untuk menggantikan dewan perwakilan rakyat, yang dikuasai kelompok Islam dan dibubarkan pengadilan pada awal tahun ini, akan menunda peralihan demokratik. Kekuasaan besar Morsi itu akan berakhir jika UDD disahkan berdasarkan pendapat rakyat.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement