REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Prancis pada Sabtu menyerukan kepada Israel untuk tidak melanjutkan keputusan terakhirnya memperluas permukiman setelah disetujuinya pembangunan 3.000 rumah baru bagi pemukim di Jerusalem timur dan Tepi Barat yang diduduki.
"Saya menyerukan kepada penguasa Israel untuk mengendalikan diri dari melaksanakan keputusan itu dan menunjukkan kesediaan mereka untuk memulai kembali perundingan-perundingan perdamaian," kata Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius.
Presiden Palestina Mahmud Abbas pada Jumat mendesak Israel menghentikan pembangunan permukiman dan kembali ke perundingan perdamaian.
Pernyataan itu disampaikan Abbas setelah negara Yahudi tersebut mengkonfirmasi rencana untuk membangun 3.000 rumah baru bagi pemukim di Yerusalem Timur dan Tepi Barat.
"Saya telah mengatakan seribu kali bahwa kami ingin memulai lagi negosiasi dan kami siap melakukannya," kata Abbas kepada wartawan di New York, tak lama setelah Palestina memperoleh pengakuan sebagai negara non-anggota di PBB.
"Kami tidak menetapkan syarat namun ada sedikitnya 15 resolusi PBB yang menganggap kegiatan permukiman sebagai ilegal dan halangan bagi perdamaian yang harus disingkirkan," katanya.
Sebelumnya, seorang pejabat Israel kepada AFP, Jumat, mengatakan bahwa Israel akan membangun 3.000 rumah baru di Yerusalem Timur dan Tepi Barat setelah Palestina memperoleh pengakuan sebagai negara non-anggota di PBB.
Ketika ditanya apakah ia bisa mengkonfirmasi laporan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memutuskan membangun 3.000 rumah sebagai tanggapan atas keberhasilan Palestina di PBB, pejabat itu mengatakan, "Itu benar -- di Yerusalem Timur dan Tepi Barat."
Keputusan itu diungkapkan di Tweeter oleh koresponden diplomatik surat kabar Haaretz, yang mengatakan bahwa beberapa dari rumah-rumah baru itu akan dibangun di E1, sebuah daerah sangat kontroversial di Tepi Barat yang menghubungkan wilayah caplokan Yerusalem Timur dengan permukiman Maaleh Adumim.
"Sumber politik: Netanyahu memutuskan membangun 3.000 rumah baru di Yerusalem Timur dan kawasan permukiman Tepi Barat sebagai tanggapan atas tindakan Palestina di PBB," kata koresponden Barak Ravid.
Palestina menentang keras proyek itu karena sama saja dengan membelah Tepi Barat menjadi dua bagian, yang membuat rumit pembentukan negara Palestina.
Dalam pemungutan suara pada Kamis di New York, Mejelis Umum PBB menyetujui sebuah resolusi yang mengakui Palestina dalam perbatasan 1967 sebagai sebuah negara pengamat non-anggota di badan dunia tersebut.
Sementara itu Gedung Putih Jumat mengecam keputusan Israel membangun 3.000 rumah baru di Yerusalem Timur dan Tepi Barat sebagai "kontraproduktif" dan mengatakan, hal itu akan mempersulit pembukaan kembali perundingan perdamaian.