Ahad 02 Dec 2012 00:35 WIB

Menlu RI dan Sekjen PBB Bahas Krisis Suriah

Menlu RI Marty Natalegawa (kiri) bertemu Sekjen PBB Ban Ki-moon di sela pertemuan Majelis Umum PBB, Kamis (29/11).
Foto: Kementerian Luar Negeri RI
Menlu RI Marty Natalegawa (kiri) bertemu Sekjen PBB Ban Ki-moon di sela pertemuan Majelis Umum PBB, Kamis (29/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Marty Natalegawa, meminta agar kekerasan dan pertumpahan darah di Suriah segera dihentikan, tanpa harus menunggu transisi kekuasaan seperti yang disyaratkan pihak oposisi. Indonesia, kata Marty, mengharapkan "keterlibatan masyarakat internasional untuk memastikan akses bantuan kemanusiaan dan dihentikannya kekerasan."

Pada Kamis lalu, Marty berkesempatan membahas konflik Suriah dengan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Ban mengatakan bahwa Utusan Sekjen PBB untuk Suriah, Lakhdar Brahimi, akan menjelaskan situasi Suriah kepada Majelis Umum (PBB). 

Brahimi juga akan bertemu Menlu AS Hillary Clinton untk menjembatani kesenjangan antara Rusia dan AS, terkait konflik Suriah. Pertemuan ini akan difokuskan pada penyelesaian masalah melalui upaya konsultatif.

"Saat ini konflik di lapangan kini cenderung telah bergerak ke arah military solution," demikian isi pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri RI yang diterima Republika, Sabtu (1/12), .

Sementara dalam kesempatan terpisah dengan Marty, Brahimi menyampaikan perkembangan terakhir di Suriah. "Masing-masing pihak tampaknya semakin keras pada posisinya," lanjut pernyataan tersebut, mengutip pernyataan Brahimi. 

Pada tahap ini Brahimi mengaku belum terlihat tanda-tanda akan adanya penyelesaian yang akan dapat diterima kedua pihak. Selain itu kondisi keamanan juga rendah, dengan semakin kuatnya kekuatan militer oposisi karena telah menguasai beberapa depot militer, dan akan semakin memicu pertumpahan darah. 

Sementara itu Menlu Turki Ahmet Dagutovlu mengharapkan keterlibatan sejumlah pihak termasuk Indonesia untuk mencari terobosan pernyelesaian krisis Suriah. Indonesia sendiri dinilai memiliki peran penting dalam dunia Islam. Sedang Turki sendiri saat ini sudah membangun sejumlah kamp pengungsi untuk warga Suriah yang meninggalkan negaranya akibat krisis terakhir.

Sementara terkait perlindungan warga negara indonesia (WNI) di daerah konflik, pemerintah Indonesia telah memulangkan WNI dari Suriah sebanyak 1.048 dari 9.859 WNI yang dipulangkan ke tanah air pada periode tahun 2012 ini. Upaya pemulangan ini akan terus dilakukan disesuaikan dengan kondisi dan situasi di lapangan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement