REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Suriah takkan menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya dalam kondisi apa pun. Demikian penegasan seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Suriah, Senin (3/12).
"Sebagai reaksi terhadap pernyataan menteri luar negeri AS, Suriah berulangkali mengkonfirmasi negara ini takkan pernah, dalam kondisi apa pun, menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri, jika senjata semacam itu memang ada," kata pejabat itu, sebagaimana dilaporkan stasiun televisi pemerintah.
Setelah New York Times melaporkan "adanya gerakan senjata kimia" oleh militer Suriah, Menteri Luar Negeri AS Hillary Rodham Clinton mengeluarkan peringatan kepada Damaskus pada Senin.
"Ini adalah garis merah bagi Amerika Serikat," kata Hillary pada malam menjelang pertemuan NATO di Brussels. "Sekali lagi kami mengeluarkan peringatan sangat kuat kepada rejim (Pemerintah Suriah) Bashar al-Assad." Seorang pejabat AS memberitahu New York Times, "Kegiatan yang kami saksikan menunjukkan suatu potensi persiapan senjata kimia."
Pejabat Kementerian Luar Negeri yang tak disebutkan jatidirinya di Damaskus berkeras negaranya membela rakyatnya dengan memerangi pelaku teror yang berkaitan dengan Alqaidah dan menuduh Amerika Serikat serta negara lain yang diketahui mendukung kaum jihad.
Pemerintah Suriah dan media resmi telah mencap semua petempur oposisi yang bersenjata sebagai pelaku teror dukungan asing sejak aksi menentang pemerintah Bashar meletus pada Maret 2011.
Pada 1 Oktober, Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Muallem menuduh Washington mengangkat kekhawatiran mengenai simpanan senjata kimia Suriah sebagai propaganda guna mendukung kasusnya untuk menggulingkan pemerintah Bashar.
"Senjata kimia di Suriah ini, jika memang ada --dan saya menekankan 'jika'-- bagaimana mungkin kami akan menggunakannya terhadap rakyat kami sendiri? Itu lelucon," kata pejabat itu dalam wawancara dengan stasiun televisi.
Damaskus mengakui untuk pertama kali pada 1 Juli bahwa Suriah "memiliki senjata kimia". Suriah mengancam akan menggunakannya jika diserang oleh negara asing, tapi tak pernah menggunakannya terhadap rakyatnya sendiri. Menurut banyak ahli, simpanan senjata kimia itu, yang berjumlah ratusan ton, berasal dari 1970-an dan yang paling banyak di Timur Tengah.