REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah AS mempertajam kritik terhadap keputusan Israel untuk memindahkan dan melanjutkan konstruksi pemukiman Yahudi di kawasan E1, dekat Ma'ale Adumim. Rencananpemukiman itu dipandang AS sebagai 'balasan' terhadap Presiden Barack Obama yang menolak mendukung surat Sharon-Bush pada 2004 yang merancang blok pemukiman tersebut
Mantan Duta Besar Israel untuk AS, Dan Kurtzer kepada Haaretz, Senin (3/12) menyatakan Pemerintah Israel marah besar dengan latar belakang singkat, di mana pejabat Israel dikutip menyatakan sejak Obama menolak menyetujui proposal Bush 2004, maka "Kami tak merasa terikat komitmen terhadap E-1."
"Apa yang tersirat dalam keputusan ini yakni Yerusalem telah lama menunggu kesempatan untuk melakukan ini kepada Washington, dan ditujukan untuk memprovokasi kemarahan dan mereka (pemerintah Israel) berpikir saat ini adalah waktu yang tepat," papar Kurtzer. "Ini hanya sentakan kecil."
Kurtzer, kini Guru Besar di Studi Kebijakan Timur Tengah, Universitas Princeton, dan editor buku tersohor berjudul “Pathways to Peace: America and The Arab-Israeli Public” (Palgrave Macmillian) menyatakan, "Israel bisa saja hanya menyatakan bahwa E1 hanya rencana di permukaan, namun lebih ke dalam indikasi menunjukkan bahwa yang dipikirkan Israel adalah "Kami akan mengambil 100 juta dolar dari Palestina untuk membayar ongkos listrik dan kami akan kembali ke padamu (AS) karena kamu tak menyetujui surat itu."
"Jadi ini sebenarnya sesuatu yang mereka telah ingin lakukan sejak lama. Itu bentuk pungutan paksa, tak hanya kepada PBB, tetapi juga kepada AS," papar Kurtzer.
Pada 14 April 2004, sebuah surat dari Presiden Bush kepada PM Ariel Sharon--bagian dari korespondensi antara dua negara--berisi klausul kompensasi atas langkah Israel melepas Gaza. Salah satunya menyatakan Israel mendapat dukungan AS atas tuntutan mempertahankan blok pemukiman di kawasan Tepi Barat yang tidak diakui oleh dunia internasional.
"Mengacu pada kenyataan baru di lapangan, termasuk pusat populasi utama Israel yang ada saat ini, sangat tidak realistis mengharapkan hasil akhir negosiasi kembali sepenuhnya ke garis perbatasan 1949, dan semua upaya untuk menegosiasikan solusi dua negara juga mencapai pada kesimpulan yang sama. Realistis untuk merencanakan bahwa status final kesepakatan hanya bisa dicapai berdasar perubahan yang disetujui kedua pihak, yakni yang mengacu kepada realitas saat ini." tulis Bush dalam suratnya pada 2004.
Namun Israel gagal meyakinkan Pemerintah Obama untuk menyetujui kembali surat tersebut sebagai dasar posisi dukungan AS terhadap Israel mengenai perbatasan persetujuan Israel-Palestina.
Titik inilah yang melingkupi friksi antara dua negara menjadi konfrontasi terbuka ketika pada 19 Mei 2011, Obama dalam pidato di depan umum menyatakan. "Perbatasan Israel dan Palestina harus berdasar pada garis 1967 dengan persetujuan pertukaran yang disetujui kedua pihak."