REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO--Ribuan warga Mesir pada Selasa (4/12) berpawai ke Istana Presiden Al-Ethadeys di Kabupaten Abbasiyah di Kairo. Mereka memprotes deklarasi undang-undang dasar yang dikeluarkan Presiden Mohamed Moursi dan rancangan undang-undang dasar tersebut yang ditulis terutama hanya oleh golongan Muslim.
Bentrokan terjadi antara pemrotes dan pasukan keamanan, saat demonstran menerobos kawat berduri. Pasukan keamanan membalas dengan gas air mata. Sebagian pemrotes kesulitan bernafas dan seorang personel polisi juga cedera.
"Kami ingin presiden tidak mengabaikan keberatan dari kekuatan politik lain mengenai undang-undang dasar itu, yang hanya disetujui oleh satu faksi yaitu kubu Islam," kata Ahmed Samir, Koordinator Koalisi Pemuda Revolusioner, kepada Xinhua.
Dalam demonstrasi satu-juta orang yang dijuluki "peringatan terakhir", pemrotes berpawai dari Bundaran Tahrir, Ain Shams University dan tempat bergolak lain ke Istana Presiden, yang dijaga dengan peningkatan pengamanan, kata Xinhu.
Kebanyakan pemrotes mengenakan pakaian hitam dan memakai lencana hitam, sebagai lambang untuk berkabung atas "matinya kebebasan" oleh dekrit undang-undang dasar baru-baru ini. Dekrit itu memberi Moursi kekuasaan sangat besar di negeri tersebut.
"Kami sepakat untuk mengenakan pakain hitam guna mengungkapkan kesedihan kami sehubungan dengan deklarasi itu," kata Ahmed Mohammady, anggota Gerakan 6 April, kepada Xinhua.
Dalam kejadian yang berkaitan, 12 harian sewasta Mesir dan lima stasiun TV menghentikan kegiatan mereka pada Selasa guna memprotes rancangan undang-undang yang diusulkan dan dirancang diajukan kepada referendum pada 15 Desember.