Rabu 05 Dec 2012 13:19 WIB

Mengapa Israel Membunuh Kepala Militer Hamas?

Ahmad al-Jabari
Foto: Reuters
Ahmad al-Jabari

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Fakta dibalik operasi pilar pertahanan di Gaza belum diinvestigasi, meski saat ini pertempuran telah berakhir.

Dalam artikelnya yang dimuat Haaretz, Reuven Pedatzur menegaskan penyelidikan terhadap keputusan rezim Israel membunuh kepala militer Hamas, Ahmed Jabari perlu dilakukan.

Terlebih, keputusan membunuh kepala militer Hamas, Ahmed Jabari dalam operasi itu terbuka diambil meskipun dia terlibat dalam negosiasi kesepakatan gencatan senjata.

Seperti diberitakan Haaretz, beberapa jam sebelum pembunuhan terjadi, Jabari menerima rancangan atau draf perjanjian gencatan senjata permanen dengan Israel.

Dia juga berencana merespons draf itu secepatnya. Komunikasi langsung dengan Jabari sudah  terjadi dalam hitungan bulan melalui Menteri Luar Negeri Hamas, Ghazi Hamad, dengan sepengetahuan dan persetujuan Menteri Pertahanan Israel, Ehud Barak.

Komunikasi dengan Hamas dilakukan Gerson Baskin, yang bertindak sebagai perantara dalam kesepakatan untuk pengembalian tentara, Gilad Shalit saat diculik.

Baskin melaporkan kemajuan draf perjanjian kepada anggota dari komite khusus yang ditunjuk Barak pada Mei. Komite itu juga melibatkan wakil-wakil dari departemen pemerintah lainnya.

Dalam kata lain, menurut Padetzur,  para pengambil kebijakan termasuk Menteri Pertahanan dan juga Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tahu mengenai peran Jabari dalam perkembangan perjanjian gencatan senjata permanen.

Menurut Padetzur, Jabari merupakan orang kuat di jalur Gaza sehingga Hamad mengirimkan setiap rancangan draf yang dipersiapkan dengan Baskin kepadanya untuk minta persetujuan.

Pihak lain dalam negosiasi gencatan senjata permanen tersebut juga termasuk pejabat intelijen Mesir. Sejumlah pertemuan antara Baskin dan Hamad berlangsung di Kairo. Para pejabat intelijen Mesir berhubungan secara rutin dengan utusan Barak sehingga orang bisa berasumsi bahwa selain Baskin, mereka juga memberi Israel informasi tentang kemajuan rancangan perjanjian.

Tidak ada rencana negosiasi antara Baskin dan Hamad dihentikan. Namun, sekitar seminggu sebelum pembunuhan Jabari, para pejabat militer Israel meminta izin pada komandan mereka untuk bertemu dengan Baskin untuk briefing. Tapi, izin ini ditolak.

Dengan demikian, keputusan untuk membunuh Jabari menunjukkan para pembuat kebijakan tidak menginginkan adanya gencatan senjata dan lebih memilih menyerang Hamas. Hal ini memperlihatkan Israel ingin menunjukkan kekuatannya pada Hamas ketimbang mencapai kesepakatan.

Dalam pandangan pertahanan, perdana menteri, dan kementerian biro pertahanan, perjanjian gencatan senjata merusak kekuatan dan melemahkan citra Israel. Pandangan ini menilai, peningkatan kekuatan akan didapat dengan membunuh Jabari yang bertanggung jawab merespon tawaran gencatan senjata jangka panjang.

Dengan cara ini, kata Padetzur, pemimpin Israel bisa diibaratkan membunuh tiga burung dengan satu batu. Mereka membunuh orang yang memiliki kekuatan untuk membuat kesepakatan dengan Israel. Mereka membalas dendam pada orang yang menyebabkan beberapa warga Israel mati dan memberi sinyal pada Hamas bahwa komunikasi hanya bisa dilakukan melalui cara-cara militer.

Selain operasi pilar pertahanan tidak sesuai harapan, para pengambil keputusan harus menjawab satu pernyataan penting. Jika mereka tahu ada kemungkinan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata tanpa perang, mengapa mereka membunuh Jabari yang berarti menghilangkan kesempatan untuk perdamaian tanpa perlu tembakan senjata?

Apakah mungkin Barak dan Netanyahu takut kesempatan untuk melakukan operasi militer di akhir pemerintahannya akan menyingkirkan mereka, hingga akhirnya mereka menyingkirkan Jabari lebih dahulu?

Untuk itu, lanjut Padetzur, motif dari pembunuhan Jabari dinilai perlu dicurigai. Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Israel harus menjelaskan keputusan mereka dalam pembunuhan Jabari ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement