REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Seorang menteri Sri Lanka mengecam sanksi Amerika terhadap Iran, yang menghalangi pemerintah negara Asia Selatan itu menerima dana pembangunan dari Teheran.
Pemerintah Presiden AS Barack Obama pekan lalu kembali mengeluarkan surat pelepasan tuntutan yang mengecualikan sembilan negara, termasuk China, India, Sri Lanka , dan Turki. Negera-negara ini dinilai kurang mematuhi sanksi AS yang ditujukan kepada ekspor minyak Iran.
Menteri Energi dan Listrik Srilanka, Champika Ranawaka tegas mengecam sanksi Amerika ini. Lantaran dianggapnya melanggar hak rakyat miskin di Sri Lanka.
"Sanksi AS terhadap Iran melanggar hak dasar rakyat kami. Iran memiliki hak untuk melanjutkan program nuklirnya dengan tujuan damai guna memenuhi keperluan dalam negerinya. Ini adalah sesuatu yang juga dilakukan oleh 45 negara lain dan menjadi hak Iran," kata Ranawaka kepada Duta Besar Iran Dr. Mohammad Nabi Hassani Pour dikutip Xinhua, Jumat (14/12).
Selama pembahasan dengan duta besar Iran dan Rusia untuk Sri Lanka, Ranawaka menyatakan sebanyak 1.000 proyek untuk memasukkan listrik ke pedesaan telah terkatung-katung. Pasalnya, pasokan dana dari Teheran berhenti. Ia juga mengeluarkan komentar serupa kepada duta besar Rusia.
Sebelum sanksi Amerika keluar, Sri Lanka mengimpor sebanyak 90 persen minyaknya dari Iran dan mengolahnya di satu instalasi yang didanai oleh Iran. Namun, sekalipun Amerika telah memberi kelonggaran terbatas, pemerintah Sri Lanka berjuang untuk memanfaatkan semua bank untuk membuat surat kredit serta menyediakan jaminan.
Kementerian Keuangan Sri Lanka memperkirakan, harus mengeluarkan biaya tambahan sedikitnya 1,5 miliar dollar AS untuk membayar biaya pembelian minyak dari Arab Saudi dan Oman. Lantaran Srilanka tak memiliki minyak dan sepenuhnya tergantung atas impor.