REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemimpin Korea Utara menginstruksikan lebih banyak peluncuran satelit, tulis media pemerintah pada Jumat, dua hari setelah peluncuran roket jarak jauh Prongyang memicu keributan di tingkat internasional.
Kim Jong-Un, yang mengawasi langsung peluncuran pada Rabu, menekankan pentingnya "peluncuran satelit kembali pada masa depan...untuk membangun ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi negara," tulis Kantor Berita Korea Utara, KCNA.
Korea Utara mengatakan bahwa penempatan satelit di orbit ditujukan untuk penelitian damai, namun para pengamat memperkirakan bahwa peluncuran itu merupakan uji coba balistik misil yang menandai kemajuan pesat negara komunis tersebut dalam program persenjataan nuklir.
Sementara di sisi lain, Amerika Serikat mengingatkan Korea Utara untuk tidak melakukan peluncuran kembali di masa depan. "Dia (Kim) punya kesempatan untuk memimpin negaranya kembali ke abad 21, untuk mengintegrasikan negara itu ke kawasa Asia Timur dan juga dunia. Namun sekarang ini Kim membuat kesalahan pilihan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Victoria Nuland.
Dewan Keamanan PBB juga langsung mengadakan pertemuan darurat pada Rabu setelah Korea Utara, yang sudah terlebih dulu terkena sanksi atas percobaan nuklir 2006 dan 2009, tidak mengindahkan peringatan dari dunia internasional dan nekat melakukan peluncuran.
Dewan Keamanan mengancam akan ada tindakan lebih lanjut terhadap apa yang disebut Amerika Serikat sebagai tindakan yang "sangat provokatif". Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan mendesak agar Pyongyang diberi sanksi lebih berat.
Kim mengeluarkan surat perintah untuk peluncuran roket pada Rabu pagi dan "mengamati dengan cermat" seluruh prosesnya, tulis KCNA mengungkapkan detail baru apa yang dilakukan Kim pada hari itu.
Dengan menempatkan satelit pada orbit, Korea Utara "menunjukkan pada dunia sebuah pendirian yang tak tergoyahkan...untuk menggunakan hak yang sah atas pemanfaatan luar angkasa demi tujuan damai," kata Kim sebagaimana dikutip dari KCNA.
Para analis mengatakan bahwa simbolisme dari peluncuran itu adalah motivasi utama Korea Utara. Kim, yang belum mencapai usia 30, ingin menunjukkan kepemimpinannya satu tahun setelah kematian ayahnya Kim Jong-Il pada 17 Desember 2011.
"Peluncuran itu bermakna pemenuhan harapan terakhir Kim Jong-Il," kata pengamat politik dari Korea University, Yoo Ho-Yeol. "Hal itu juga memperkuat kekuasaan Jong-Un dan memperkuat otoritasnya atas elit-elit militer Korea, dan dengan demikian mengamankan loyalitas mereka," kata Yoo.
Peluncuran roket telah memberi keberhasilan yang tepat waktu bagi Kim, yang sebelumnya harus menanggung malu atas kegagalan roket Unha-3 yang pengangkutnya meledak hanya sesaat setelah lepas landas pada April lalu.
Sementara itu, keributan dunia internasional bercampur dengan kekhawatiran bahwa Korea Utara akan mengulangi kebiasaan masa lalu yang hampir selalu melanjutkan peluncuran roket dengan uji coba nuklir.
Percobaan nuklir pertama pada 2006 muncul tiga bulan setelah Korea Utara menguji misil jarak jauh. Pada kesempatan itu, Pyongyang mengumumkan uji coba enam hari sebelum alatnya meledak.
Tes yang kedua, Maret 2009, dilakukan satu bulan setelah peluncuran roket yang menurut Korea Utara ditujukan untuk menempatkan sebuah satelit di luar angkasa.