Ahad 23 Dec 2012 18:37 WIB

Sepotong Roti untuk bertahan Hidup di Suriah

Rep: Bambang Noroyono / Red: Citra Listya Rini
 Warga Suriah berjalan melewati gedung yang hancur akibat pemboman dan menewaskan 40 orang di pinggiran kota Aleppo, Suriah, Jumat (24/8).
Foto: Muhammed Muheisen/AP
Warga Suriah berjalan melewati gedung yang hancur akibat pemboman dan menewaskan 40 orang di pinggiran kota Aleppo, Suriah, Jumat (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Ratusan penduduk di Kota Aleppo, Suriah mengantri seharian untuk mendapatkan sepotong roti. Perang saudara hampir dua tahun, menyebabkan penduduk sipil di Kota Niaga tersebut kelaparan.

Musim dingin membungkus semakin memperparah kondisi penduduk.Seorang pria enam puluhan tahun ikut mengantri bersama tiga cucunya. "Saya bisa menahan lapar. Tapi bagaimana dengan cucu-cucu saya," kata Alaa el-Din Hout kepada Reuters, Sabtu (22/12).

Tidak kurang dari sembilan jam Hout ikut antri hanya untuk mendapatkan sepotong roti. Diapun tidak yakin roti itu bisa menenangkan desakan perutnya.

Hout tinggal di Bustan al-Qasr, sebuah distrik yang dikuasai kelompok pemberontak. Tidak ada pilihan lain selain ikut dalam antrian panjang untuk mengobati lapar.

Seperti penduduk lainnya, topi dan syal penahan dingin dia kenakan ditengah mendung yang menggigit. Kakek ini mengaku berdiri sejak pukul tiga sore waktu setempat. "Anda tidak bisa terus-terusan mendapatkan roti," ungkapnya.

Nasib baik masih berpihak kepadanya. Sekira pukul sebelas malam, Hout baru mendapatkan antrian terdepan. "Tinggal memilih, anda menjadi pengemis, atau terpaksa mencuri (makanan)," ujar Hout.

Reuters juga melaporkan beberapa pejuang pembebasan ikut antri roti di gudang-gudang pabrik terigu dan toko-toko roti yang masih buka. Sesekali mereka beruntung dengan kebutuhan utama itu.Kengerian di Aleppo sudah terasa sejak lima bulan pascapemberontakan dimulai.

Um Saleh, seorang wanita yang ikut antri makanan mengatakan menerima semua kondisi yang dialaminya. Wabah kelaparan dia lemparkan penyebabnya karena tentara pemberontak. Abu Saleh, suaminya juga mengatakan demikian.

Suami istri ini mengatakan tidak beranjak dari rumah setelah pukul enam petang. Penjaran yang dilakukan oleh pemberontak sering terjadi dilingkungan tempat mereka tinggal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement