REPUBLIKA.CO.ID, Seperti banyak negara di dunia Arab, tahun 2012 membawa perubahan signifikan bagi rakyat Palestina.
Pada bulan September, naiknya harga bahan bakar minyak sebesar lima persen, memicu demonstrasi besar-besaran di Ramallah, Jenin dan Hebron.
Ribuan demonstran marah karena kemiskinan, korupsi dan biaya hidup di luar kantor Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad. Kala itu, pendemo menuntut Fayyad mengundurkan diri.
Tahun ini, Palestina juga mengalami gejolak politik berkepanjangan. Bentrokan antara Israel dan Hamas, yang dimulai awal Juni lalu, telah mengakibatkan korban berjatuhan, baik di pihak Hamas maupun Israel.
Dikutip dari AlArabiya, Ahad (23/12), memasuki awal Oktober, bentrokan antara Hamas dan Israel semakin intensif.Tanggal 14 November, serangan udara Israel di Gaza menewaskan komandan senior Hamas Ahmed el-Jaabari.
Sehari setelahnya, Hamas menembakkan dua roket yang menargetkan Tel Aviv dan memicu serangan pertama di Ibukota komersial Israel dalam 20 tahun. Serangan itu memicu perang yang menghancurkan yang berlangsung delapan hari. Seratus enam puluh 160 warga Palestina dan enam warga Israel tewas dalam serangan tersebut.
Dengan gencatan senjata yang ditengahi oleh Mohamed Mursi Presiden Mesir, perang berakhir dan gencatan senjata mulai berlaku pada 21 November.
Setelah segala pasang surut, bulan November berakhir dengan kabar gembira bagi warga Palestina.
Setelah pencarian 65 tahun untuk diakui sebagai negara, Majelis Umum PBB akhirnya mengakui Palestina sebagai negara non-anggota pada 29 November.
Keputusan ini memungkinkan Palestina bergabung dengan Mahkamah Pidana Internasional. Perubahan ini juga membuka kesempatan bagi Palestina di mana Palestina mrnuntut keadilan dan menuduh Israel melakukan kejahatan perang.
Pada bulan Desember, pemimpin Hamas Khaled Meshaal mengakhiri 37 tahun pengasingan dengan mengunjungi Gaza untuk pertama kalinya, menandai ulang tahun ke 25 Hamas. Kunjungan itu terlihat di Gaza sebagai tanda kemenangan melawan Israel.
Sepanjang 2012, Palestina juga kerap menjadi tujuan sejumlah politisi Arab. Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani, emir Qatar, mengunjungi Gaza untuk meresmikan proyek investasi Qatar senilai ratusan juta dolar.
Selain itu, Raja Yordania Abdullah, juga mengunjungi Tepi Barat untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu tahun sebagai bagian dari acara internasional untuk memberikan dukungan bagi Mahmoud Abbas.