REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Bulan depan, Kuwait akan menjadi tuan rumah konferensi internasional untuk mengatasi krisis kemanusiaan Suriah. Ini upaya untuk mengakhiri konflik berdarah berkepanjangan yang terjadi di Suriah.
Emir Kuwait, Sheikh Sabah al-Ahmad al Sabah, mengatakan konferensi ini akan diadakan di akhir Januari tahun 2013 mendatang. Ini menyusul respons undangan dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon.
"Luka Suriah masih berdarah, mesin pembunuh masih berlanjut, dan menewaskan puluhan saudara-saudara kita di Suriah setiap hari," kata Emir dalam pertemuan Dewan Kerja Sama Teluk di Bahrain.
Di tengah-tengah konflik, PBB yang didukung mediator krisis, Lakhdar Brahimi, tiba untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan presiden Suriah Bashar al-Assad selama dua hari di Suriah. Kunjungan kemudian berakhir Senin (24/12) petang.
Brahimi harus pergi dari Lebanon, karena pertempuran di sekitar bandara internasional telah ditutup lantaran pertempuran di area tersebut. Brahimi mengatakan, pembicaraannya dengan Assad untuk menyepakati solusi krisis. Brahimi menjelaskan, dia dan Assad bertukar pandangan mengenai krisis dan mendiskusikan langkah ke depan.
Brahimi menuturkan kepada Assad mengenai apa yang dia lihat di luar negeri dan tentang pertemuannya dengan para pejabat yang berbeda di daerah dan luar negeri.
"Situasi di Suriah masih menjadi alasan untuk khawatir. Kami berharap bahwa semua pihak bekerja untuk menemukan solusi, sebagaimana orang-orang Suriah inginkan," harap Brahimi.
Pekan lalu, PBB juga meminta bantuan dana sebesar 1,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) untuk membantu menyelamatkan nyawa jutaan warga Suriah dimana situasi keamanannya memburuk. Dana itu untuk membantu 4 juta orang yang berada di Suriah dan pengungsi Suriah yang mencapai hingga 1 juta orang di lima negara lain sampai Juli tahun 2013.