Senin 31 Dec 2012 05:58 WIB

AS Larang Menlu Negara Arab Kunjungi Palestina

Warga Palestina mengibarkan bendera dan memegang kitab suci Alquran saat merayakan pengakuan negara Palestina oleh PBB di Ramallah,Ahad (2/12). (AP/Nasser Shiyoukhi)
Warga Palestina mengibarkan bendera dan memegang kitab suci Alquran saat merayakan pengakuan negara Palestina oleh PBB di Ramallah,Ahad (2/12). (AP/Nasser Shiyoukhi)

REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah menekan para menteri luar negeri Arab agar membatalkan rencana kunjungan mereka ke Tepi Barat, Pelestina.

Kebijakan AS itu menuai kritik dari Pemerintah Otorita Palestina. Kritik itu muncul setelah empat menteri luar negeri Arab menolak untuk menemani Sekjen Liga Arab Nabil al-Arabi selama kunjungan pertamanya ke Ramallah.

"AS mencegah para menlu Arab dari mengunjungi Ramallah," kata anggota eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Wasel Abu Yusuf seperti dilaporkan Press TV dan dikutip laman Irib.

Al-Arabi dan Menteri Luar Negeri Mesir Mohamed Amr tiba di Ramallah untuk mengadakan pembicaraan dengan pemimpin Otorita Palestina Mahmud Abbas.

 

Beberapa menteri menyatakan bahwa mereka membatalkan kunjungan karena mereka tidak ingin melewati pos pemeriksaan rezim Zionis Israel. Padahal, delegasi Arab tiba di Ramallah dengan menggunakan helikopter Yordania.

Abu Yusuf juga mengatakan AS dan Israel meminta negara-negara Arab untuk memberlakukan sanksi keuangan terhadap pemerintah di Tepi Barat menyusul voting PBB yang mengakui Palestina sebagai negara pemantau non-anggota.

"AS dan Israel memberlakukan blokade ekonomi terhadap Palestina dan mencegah negara-negara Arab dan donor Barat dari menyediakan bantuan keuangan kepada rakyat Palestina," tambahnya.

"Sayangnya, negara-negara tersebut tunduk pada tekanan dan langkah itu telah memperburuk krisis keuangan di Otorita Palestina," jelas Abu Yusuf.

Al-Arabi dalam konferensi pers di Ramallah, menyinggung krisis keuangan di Palestina. Dia mengatakan, "Palestina membutuhkan dukungan finansial dan politik.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement