REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Mesir terpilih, Mohammed Mursi merupakan calon dari non militer yang mengakhiri monopoli militer selama 60 tahun. Presiden pendahulunya seperti Mohamed Naguib, Gamal Abdel-Nasser, Anwar El-Sadat dan Hosni Mubarak, semua berasal dari jajaran militer.
Pesaing Mursi di putaran ketua Ahmad Shafiq yang merupakan mantan Perdana Menteri di era Hosni Mubarak juga berasal dari militer.
Namun demikian, kemenangan Mursi ini bukan berarti bahwa militer akan mengurangi cengkeraman kekuasaan mereka. Perkembangan terakhir, militer Mesir membubarkan parlemen dan dapat menangkap siapapun yang dianggap merugikan negara.
Mursi memeroleh 51,7 persen suara (13,2 juta suara), sementara Shafiq mengantongi 48,3 persen (12,3) suara rakyat Mesir. Pemilihan presiden di tahun 2012 ini adalah pemilihan yang kedua dalam sejarah negara itu.
Mohammed Mursi (61) terpilih sebagai Presiden Mesir pengganti Presiden Husni Mubarak yang digulingkan dalam revolusi pada awal tahun lalu, sesuai dengan keputusan Komisi Pemilihan Presiden yang diumumkan Ketua Komisi, Farouk Soltan, pada Ahad (24/6).
Mursi, lahir di desa Adwah, Provinsi Syarqiyah, bagian timur Mesir, pada 20 Agustus 1951 dari keluarga petani sederhana. Doktor jebolann Amerika Serikat itu mengetuai Partai Kebebasan dan Keadilan atau Hizbul Hurriyah Wal, atau sayap politik Ikhwanul Muslimin.
Mursi meraih doktor bidang teknik material pada University of Southern California pada 1982, dan pernah menjadi dosen atau pembantu profesor di universitas tersebut pada 1982-1985. Pada 1985-2010, Mursi mengetuai jurusan teknik material di Universitas Zakazik, Mesir, dan dosen teknik di Cairo University.
Mursi tak hanya dikenal sebagai akademisi ia juga sosok sederhana yang religius. Mursi menjadi presiden pertama yang hafal Alquran 30 juz. Tak hanya dirinya, istri dan lima anaknya juga hafal 30 juz Alquran.
Sejak 1977, Mursi mulai aktif di Ikhwanul Muslimin dan berulang kali masuk penjara, baik di masa Presiden Anwar Saddat (1970-1981) maupun di era Presiden Husni Mubarak (1981-2011) atas tuduhan melakukan gerakan bawah tanah untuk menggulingkan pemerintah.
Memang, sepanjang tiga rezim Mesir mulai dari Presiden Gamal Abdel Nasser (1953-1970), berlanjut rezim Presiden Anwar Saddat (1970-1981) hingga Presiden Mubarak (1981-2011), Ikhwanul Muslimin dinyatakan sebagai organisasi terlarang.