REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM -- Presiden Israel Shimon Peres, Senin (31/12), mengeluarkan pernyataan langka.
Ia menyatakan Israel mesti berbicara dengan para pemimpin Hamas jika Gerakan Perlawanan Islam itu mematuhi persyaratan Kuartet, termasuk menolak teror dan mengakui Israel.
Ketika berbicara dengan para pemimpin masyarakat Kristen Israel, Presiden Israel tersebut mengatakan tak ada yang bisa menghalangi Israel berbicara dengan HAMAS tapi menambahkan Hamas tak mau berbicara dengan Israel.
"Mereka harus memutuskan apakah mereka menginginkan perdamaian atau perang," katanya. Ia menekankan Hamas tak bisa terus menembakkan roket ke dalam wilayah Israel tanpa pembalasan, demikian laporan Xinhua.
"Jika mereka menembak, kami pun menembak," ia menambahkan.
Pada Ahad (30/12), Peres mengecam Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan menteri luar negeri Avigdor Lieberman karena pendirian mereka terhadap Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Peres mengakhiri pernyataannya pada Senin dengan menambahkan ia percaya, "Orang Israel, seperti juga orang Arab, ingin melihat berakhirnya konflik, yang harus kita upayakan untuk bisa kita capai."
Pembicaraan perdamaian antara Israel dan Palestina berhenti pada 2010, akibat tindakan Israel melanjutkan pembangunan permukiman Yahudi di tanah yang dicaploknya di Tepi Barat Sungai Jordan selama Perang Timur Tengah pada 1967.
Wakil Uni Eropa mengatakan kepada Radio Israel pada awal Desember bahwa Hams akan dikeluarkan dari daftar organisasi teroris Uni Eropa jika kelompok pejuang Palestina tersebut memenuhi persyaratan Kuartet dengan mengakui Israel, mengakhiri aksi teror dan bersedia berunding dengan negara Yahudi.