Kamis 03 Jan 2013 15:49 WIB

Bosan Kerja, Pria Jepang Ini 'Piknik' ke Suriah

Warga berkerumun di depan bangunan yang hancur diserang bom di kawasan Jaramana, Damaskus, Suriah, Senin (29/10).
Foto: AP Photo/SANA
Warga berkerumun di depan bangunan yang hancur diserang bom di kawasan Jaramana, Damaskus, Suriah, Senin (29/10).

REPUBLIKA.CO.ID,

REPUBLIKA.CO.ID,ALEPPO--Seorang supir truk di Jepang bernama Toshifumi Fujimoto mengaku bosan dengan pekerjaannya mengantar barang-barang dari Osaka ke Tokyo atau Nagasaki.

Pria berusia 45 tahun itu bisa saja menghabiskan waktunya dengan melakukan 'bungee-jumping' atau berburu hiu untuk memacu adrenalinnya. Namun dia justru membahayakan hidupnya dengan cara yang sangat tidak biasa. Fujimoto menjadi seorang turis perang.

Semangat Fujimoto telah membawanya dari keseharian rutin yang membosankan di jalan tol Jepang ke Suriah, di mana dia mengambil foto dan video di tengah hujan peluru. Pada akhir tahun ini, dia juga berencana untuk bertemu Taliban di Afghanistan.

Saat ini, Fujimoto sedang menyelesaikan liburan satu minggunya di Aleppo, Suriah. Kota itu sudah enam bulan menjadi titik konflik terpanas yang menyebabkan 60.000 manusia tewas.

Sebelumnya dia juga sudah pernah berkunjung selama dua minggu di Aleppo pada akhir 2011. Pada waktu itu dia memanfaatkan visa turis , namun kali ini dia harus secara sembunyi-sembunyi masuk ke negara itu melalui Turki.

Setiap pagi, Fujimoto berjalan ke garis depan manapun untuk mendokumentasikan penghancuran yang sedang berlangsung di kota terbesar kedua Suriah itu. Fujimoto sedikit menguasai bahasa Inggris, dan lebih parah dalam bahasa Arab. Dia hanya bisa mengatakan kata-kata seperti dangerous dan front line.

Satu-satunya cara untuk mewawancarai dia adalah dengan menggunakan Google Translate. "Saya selalu pergi sendiri, karena tidak ada pemandu turis yang mau ke garis depan peperangan. Wisata ini sangat menarik, adrenalin saya terpompa, sungguh berbeda," kata Fujimoto.

Pengalaman ini, ujar Fujimoto, sangat mengagumkan. Ia  menikmatinya. "Kebanyakan orang mengira saya adalah orang China,  mereka menyapa saya dengan bahasa China," katanya sambil tersenyum.

Pada suatu pagi, saat para gerilyawan yang menjadi temannya berteriak, "Lari! Lari! ada sniper. Lari!", Fujimoto tidak mengindahkannya. Dia dengan santai menyelesaikan sesi fotonya dan berjalan biasa dengan foto-foto yang akan di unggah ke akun Facebooknya itu. "Saya bukan target sniper karena saya adalah wisatawan, bukan seperti anda yang jurnalis," katanya.

"Lagi pula, saya tidak takut jika mereka menembak saya. Saya adalah kombinasi antara ksatria samurai dan kamikaze," tutur Fujimoto. Ia bahkan tidak mau memakai helm pelindung ataupun jaket anti peluru.

"Alat-alat itu sangat berat ketika saya harus berlari, dan lebih asyik untuk datang ke garis depan pertempuran tanpa membawa apapun," kata Fujimoto.

Fujimoto mengatakan, atasannya tidak mengetahui kalau dia sekarang berada di Suriah. "Saya hanya mengatakan pada mereka bahwa saya berada di Turki untuk liburan, jika saya mengatakan yang sebenarnya, mereka akan mengatakan kalau saya benar-benar gila," katanya.

Meskipun beberapa orang mungkin meragukan kewarasan Fujimoto, tidak ada yang bisa meragukan pandangannya yang jauh soal keuangan, yang mungkin berakar dari kesedihan hidup pribadinya.

Fujimoto telah bercerai. Ia merasa tidak punya keluarga, tidak punya teman, ataupun pacar. Ia sangat kesepian. Sebenarnya ia mempunyai tiga anak perempuan, namun  tidak pernah bertemu mereka selama lima tahun."Bahkan tidak di Facebook ataupun Internet, saya sangat sedih," katanya  sambil menghapus air mata.

Fujimoto  harus mengeluarkan 2.500 dolar AS dari kantungnya sendiri untuk terbang ke Turki. Setiap hari selama di Suriah, dia juga menghabiskan 25 dolar AS untuk biaya penginapan dan internet. Dalam satu minggu di Aleppo, dia telah mengunjungi semua garis peperangan di Amariya, Salahedin, Saif al-Dawla, Izaa.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement