REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Presiden Bashar al-Assad menawarkan peta jalan untuk mengakhiri perang saudara di Suriah. Tawaran itu diungkapkannya ketika menyampaikan pidato yang jarang dilakukannya, Ahad (6/1).
Langkah pertama, kata Bashar, adalah kekuatan asing harus menghentikan dukungan bagi para pemberontak bersenjata yang berniat menggulingkannya. "Setelah itu, operasi-operasi militer yang kami gelar akan dihentikan," katanya.
Tanpa merinci, Assad menambahkan bahwa sebuah mekanisme akan dibuat agar gencatan senjata bisa dipantau. Pemerintah kemudian akan mengadakan konferensi dialog nasional dengan para penentang di dalam dan di luar Suriah yang tidak menerima perintah dari luar negeri.
"Kami akan menjalankan dialog dengan para pengambil keputusan, bukan dengan para budak (pihak-pihak asing)," kata Assad.
Konferensi dialog nasional tersebut akan menyusun rancangan sebuah piagam, yang kemudian akan ditentukan pengesahannya melalui pemungutan suara.
"Pemilihan parlemen dan pembentukan sebuah pemerintahan baru selanjutnya akan dilakukan," ujar Assad.
Penyelesaian apapun bagi konflik, kata dia, harus benar-benar bernafaskan Suriah dan harus ada kesepakatan yang dicapai dalam konferensi dialog nasional itu.
"Saat ini kita dihadapkan dengan situasi perang dalam hal apapun, penyerangan dari luar yang lebih banyak membawa korban serta lebih berbahaya dibandingkan dengan perang-perang konvensional, yang diterapkan melalui sejumlah warga Suriah serta banyak pihak dari luar negeri," katanya.
Ia mengatakan konflik yang terjadi sebenarnya bukan antara pemerintah dan pihak oposisi melainkan antara 'bangsa dan musuhnya'. Ia mengatakan hal itu kepada para penentangnya.
"Ini bukanlah oposisi yang loyal melainkan kelompok para pembunuh. Satu hal yang pasti adalah bahwa mereka yang kita hadapi saat ini adalah mereka yang mengusung ideologi Alqaidah," kata Assad sambil mengulang-ulang pernyataan bahwa para teroris asing berada di belakang pemberontakan.