REPUBLIKA.CO.ID, PBB, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Senin (7/1), menyampaikan kekecewaannya dengan pidato paling akhir Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Ban "kecewa" bahwa pernyataan Bashar baru-baru ini "tak memberi sumbangan bagi penyelesaian yang dapat mengakhiri penderitaan mengerikan rakyat Suriah", demikian isi satu pernyataan yang dikeluarkan di Markas PBB, New York, oleh juru bicara Ban.
"Apa yang sangat diperlukan rakyat Suriah saat ini adalah penyelesaian nyata bagi krisis yang mencabik-cabik negara mereka," kata Ban di dalam pernyataan itu.
Bashar menyampaikan apa yang ia gambarkan sebagai rencana baru perdamaian guna mengakhiri krisis di Suriah dalam pidato yang ditayangkan televisi kepada rakyat Suriah pada 6 Januari. Tindakan tersebut telah ditolak oleh para penentangnya sebagai taktik untuk mempertahankan kekuasaan.
Saat menawarkan gagasan tiga-tahap untuk secara politik menyelesaikan krisis itu --gencatan senjata, dialog nasional menyeluruh dan "piagam nasional", Bashar juga menuntut negara lain lebih dulu berhenti membantu petempur oposisi.
"Pidato tersebut menolak unsur paling penting Komunike Jenewa 30 Juni 2012, yaitu peralihan politik dan pembentukan badan pemerintah peralihan dengan wewenang eksekutif penuh yang akan meliputi wakil semua rakyat Suriah," kata pernyataan Ban, sebagaimana dikutip Xinhua.
Komunike Jenewa, yang disepakati oleh Kelompok Aksi mengenai Suriah --yang terdiri atas negara besar dunia, menetapkan peralihan pimpinan orang Suriah, termasuk pembentukan pemerintah peralihan di Suriah, yang terdiri atas wakil pemerintah dan oposisi.
Di dalam pernyataan itu, Ban juga menegaskan kembali pandangan lamanya bahwa "tak ada penyelesaian militer bagi konflik di Suriah". Suriah telah terjerumus ke dalam kerusuhan parah sejak Maret 2011. Sebanyak 60.000 orang, kebanyakan warga sipil, telah tewas sejauh ini, demikian satu studi yang disiarkan pekan lalu oleh Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB.