REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON--Amerika Serikat semakin fokus mencari cara mengamankan senjata kimia Suriah, jika Presiden Bashar al-Assad mundur dari jabatannya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Leon Panetta, Kamis (10/1). Komentar Panetta ini menyusul prospek diplomasi internasional untuk menghentikan kekerasan di Suriah.
Panetta menyatakan, AS memperhitungkan kemungkinan terjadi resiko kekacauan yang lebih besar jika Assad digulingkan. ’’Saya pikir perhatian yang lebih besar adalah memastikan langkah komunitas internasional ketika Assad turun. Perlu prosedur untuk memastikan AS mengamankan senjata kimia,"kata Panetta seperti dilansir dari Al Arabiya, Jumat (11/1).
Pemerintah AS, lanjut Panetta, kini membahas masalah ini dengan Israel dan negara-negara lain di kawasan. Namun pihaknya mengesampingkan penggelaran pasukan darat AS selama konflik. Peran militer AS di Suriah hanya akan terjadi jika pemerintah Suriah meminta bantuan.
Perwira militer AS, Jenderal Martin Dempsey mengatakan, jika Assad memilih untuk menggunakan senjata kimia melawan kekuatan oposisi, maka hampir mustahil untuk menghentikannya. ’’Pengawasan terus-menerus itu tidak mungkin dipastikan,’’ ujarnya.
Dempsey mengatakan, peringatan pencegahan penggunaan senjata kimia jelas ditujukan untuk Assad dari Presiden AS Barack Obama. Bahkan jika rezim memilih untuk tidak menggunakan senjata, Obama khawatir bahwa militan Islam yang bersekutu dengan oposisi mungkin menguasai beberapa situs kimia.
Menurut analis, persediaan senjata kimia Suriah sejak tahun 1970 adalah yang terbesar di Timur Tengah, tetapi ruang lingkup lokasi senjata belum jelas. Suriah memiliki ratusan ton berbagai bahan kimia, termasuk sarin dan zat syaraf VX, serta gas mustard yang tersebar di puluhan pabrik dan tempat penyimpanan.
Pemerintah Suriah menyatakan, pihaknya mungkin menggunakan senjata kimia jika diserang oleh pihak luar, meskipun tidak melawan rakyatnya sendiri.