REPUBLIKA.CO.ID, QUETTA -- Umat Syiah di Pakistan menolak menguburkan korban rangkaian bom bunuh diri di Quetta, Pakistan, sampai pihak militer mengambil alih wewenang administrasi dan keamanan kota.
AFP melaporkan ratusan orang berkumpul di jalan utama di dekat tempat serangan bom bunuh diri, Kamis (10/1). Sedikitnya 60 kantung mayat berisi tubuh korban dijejerkan di jalan utama.
Penolakan menguburkan jenazah biasanya tidak terjadi. Pasalnya, dalam ajaran Islam, seseorang yang meninggal dunia, harus dikubur secepatnya.
Keluarga korban mengatakan mereka tidak akan pergi hingga pigak berwenang mengabulkan tuntutan untuk menyerahkan persoalan keamanan dan administrasi kota di bawah kontrol militer.
"Birokrasi pemerintah telah gagal, rakyat di Quetta tidak mendapatkan perlindungan yang cukup," kata seorang umat Syiah, Hashim Mausawi.
"Kami tidak akan menghentikan protes ini sampai mendapatkan kepastian bahwa angkatan bersenjata Pakistan mengambil alih administrasi dan keamanan kota," kata dia.
Kelompok militan Sunni Lashkar-e-Jhangvi mengaku bertanggung jawab terhadap rangkaian bom bunuh diri yang terjadi di wilayah yang didominasi umat Syiah dari etnis minoritas Hazara itu.
Empat bom bunuh diri itu menewaskan 98 orang dan melukai 121 lainnya. "Kami berusaha meyakinkan mereka untuk mengakhiri protes. Kami juga tidak bisa menawarkan sesuatu yang di luar kewenangan kami," kata pejabat administrasi senior Hashim Ghilzai kepada AFP.
Jenazah korban sampai saat ini sudah 30 jam berada di jalanan. Ghilzam mengatakan sekarang semuanya bergantung pada pemerintah untuk memutuskan apakah akan menempatkan militer di Quetta atau tidak.
Di tempat terpisah lebih dari 500 pekerja dan pendukung Partai Demokrasi Syiah Hazara berkumpul di luar kantor kepolisian provinsi. Pemimpin demonstrasi, Abdul Khaliq, menyatakan mereka akan berhenti makan selama tiga hari, sebagai langkah protes berkurangnya keamanan yang diberikan negara kepada warga. Pemerintah Provinsi Baluchistan mengumumkan tiga hari berkabung setelah pemboman.
Rangkaian pemboman adalah serangan paling mematikan setelah bom bunuh diri di luar pusat pelatihan polisi di bagian utara menewaskan 98 orang pada 2011.
Saat itu, kelompok Taliban di Pakistan yang mengaku bertanggung jawab.