REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah zionis Israel terus menghalangi Palestina mendapatkan status negara berdaulat di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Beberapa strategi yang dijalankan pemerintah Israel diantaranya terus merampas tanah rakyat Palestina di wilayah Alquds untuk pembangunan pemukiman yahudi serta embargo ekonomi.
Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Navi Mehdawi mengungkapkan, sejak dukungan negara-negara kepada Palestina makin menguat di sidang PBB pada tahun lalu, Israel makin gencar menghalangi Palestina mendapatkan status negara.
"Israel gencar membangun pemukiman Yahudi di dekat Masjidil Aqsa dan mengembargo sehingga sudah dua bulan ini kami tidak bisa membayar gaji pegawai negeri," ungkapnya kepada Republika dalam acara solidaritas pembebasan Masjidil Aqsa di Surabaya, Ahad (13/1).
Ia menambahkan, gencarnya ISrael membangun pemukiman yahudi setelah negara zionis itu dipermalukan ketika menolak status Palestina di sidang PBB bersama Amerika Serikat dan delapan negara lainnya.
Kekecewaan Israel itu ditunjukkan dengan melanggar aturan internasional yang melarang pendirian pemukiman Yahudi di sekitar Masjidil Aqsa. "Ini kesengajaan Israel, karena ia tahu dunia tidak bisa berbuat apa-apa sebelum Palestina mendapatkan status sebagai negara berdaulat," ucapnya.
Disisi lain Mehdawi mengungkapkan, tunggakan Palestina selama dua bulan gaji kepada pegawai negeri di Palestina juga telah membebani keberlangsungan negara. "Palestina masih menunggak sebagian gaji Pegawai di bulan November dan Desember," terangnya.
Walau demikian, diakuinya pemerintah Palestina terus memutar otak. Diantaranya berusaha mendapatkan dana talangan sementara dari bantuan beberapa negara muslim.
Mehdawi mengungkapkan keoptimisan rakyat Palestina bahwa status negara berdaulat itu akan segera didapat dari PBB. Ia optimistis momentum kekalahan Israel dan Amerika Serikat dalam sidang PBB akhir tahun lalu menjadi batu loncatan dan momentum terbaik bagi Palestina. "Dengan kondisi saat ini, Insya Allah tahun ini Palestina mendapatkan status negara berdaulat itu," ujarnya.