REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia, Gergei Lavrov menilai Presiden Suriah, Bashar al-Assad tidak mungkin disingkirkan.
Penurunan Assad dari kekuasaanya dinilai melawan kesepakatan internasional. "Ini merupakan pra kondisi yang tidak tercantum dalam kesepakatan Jenewa dan tidak mungkin diimplementasikan," kata dia seperti dikutip Al-Arabiya, Senin (14/1).
Lavrov mengaku pidato Assad pada 6 Januari lalu hanya mengungkapkan visinya sendiri untuk perdamaian. Visi itu tidak berjalan sejauh ini. Visinya itu juga tidak menghentikan langkah oposisi.
Namun, dia mendesak musuh-musuh Assad mau merundingkan perdamaian. "Presiden Assad telah berinisiatif mengajak oposisi berdialog. Mungkin inisiatif itu dianggap tidak serius, tapi setidaknya sudah ada ajakan," kata Lavrov.
Oposisi, nilai Lavrov, seharusnya menanggapi inisiatif itu dan mau diajak berdialog.
Sekjen PBB, Ban Ki-Moon secara terpisah menyuarakan kekecewaannya pada pidato Assad. Kekecewaan serupa juga diungkapkan Amerika Serikat. Oposisi Suriah justru menilai isi pidato tersebut sebagai deklarasi perang yang baru.
Sementara Rusia tampak mendukung Damaskus. Rusia mengabaikan ketidaksetujuan negara Barat dan Arab pada gagasan Assad.