Senin 14 Jan 2013 16:25 WIB

Prancis Gunakan Jalur Udara Aljazair

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Dewi Mardiani
Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius
Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pemerintah Aljazair menutup pintu perbatasan di bagian selatan negara tersebut, menyusul invansi militer Prancis di Mali Utara. Menteri Luar Negeri di Paris, Laurent Fabius, mengatakan perbincangan dua negara intens dilakukan  menghadapi krisis di Afrika Barat.

Kata dia, Kementerian Pertahanan di Aljir juga mengizinkan penggunaan jalur udara negara tersebut. Izin diberikan dalam zona yang tidak terbatas untuk jalur serangan armada Prancis. ''Saya harus berterima kasih atas izin tersebut,'' kata dia, Ahad (13/1), dan dilansir Reuters, Senin (14/1).

Kebijakan Pemerintah Aljazair mengejutkan Prancis dan Afrika Barat. Selama ini, Perdana Menteri Ahmed Ouyahia, selalu menolak memberikan opsi militer ke tetangga sebelah selatan negara itu. Aljazair juga kerap menentang intervensi militer asing di Mali Utara.

Jet tempur dan helikopter serang Prancis memaksa mundur kelompok perlawanan di Mali Utara. Serangan dilakukan sejak Jumat (11/1) dan telah menewaskan ratusan di antaranya. Presiden Prancis Francois Hollande dalam siaran persnya juga mengatakan status siaga di semua wilayah negerinya.

Intervensi militer adalah jawaban permintaan Pemerintahan Mali yang terancam dari utara oleh sekelompok gerilyawan bersenjata. Serangan udara menjadi strategi awal, dan memberikan ruang gerak bagi Blok Afrika Barat (ECOWAS) untuk menyerang dari darat. Sekira 3.300 serdadu ECOWAS dikabarkan akan memasuki Mali saat Senin (14/1).

Parade militer tersebut juga mendapat persetujuan dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK-PBB) dan Uni Eropa. Fabius menegaskan, belum ditemukan solusi politik untuk menurunkan intensitas serangan. Fabius menambahkan pembebasan Mali Utara dari gerombolan bersenjata tidak akan lama.

Dia memprediksi hanya membutuhkan waktu beberapa pekan. Peran Prancis dikatakan hanya mengambil peran utama diwaktu awal. ''Selepas ini kami hanya mengurusinya dari belakang,'' ujarnya.

Dari zona pertempuran, jet tempur Rafale menargetkan Kota Gao, saat Ahad (13/1). Distrik yang berada di selatan Mali, dan tidak jauh dari Bandara Internasional Gao, memaksa kelompok bersenjata menggeser pos-pos persenjataannya. ''Mereka (jet tempur) menghancurkan semua. Terjadi puluhan kali serangan dalam sehari (di wilayah tersebut,'' kata seorang warga sekitar, seperti dikutip Aljazirah, Ahad (13/1).

Aksi saling sering juga terjadi di bagian utara, tepatnya di Kota Afhabo, sekira 50 kilo meter dari Kota Kidal. Di wilayah tersebut, serangan udara basmi menghantam depot persenjataan dan gudang amunisi yang diyakini milik Kelompok Ansar Dine. Kelompok ini adalah salah satu basis gerilyawan bersenjata yang berafiliasi dengan kelompok Alqaidah di Afrika Barat dan Afrika Utara.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement