Selasa 15 Jan 2013 13:06 WIB

Dunia Butuh 600 Juta Lowongan Pekerjaan

Rep: Nur Aini/ Red: Dyah Ratna Meta Novi
Berburu lowongan kerja
Foto: Antara
Berburu lowongan kerja

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON--Bank Dunia memperkirakan dunia butuh 600 juta pekerjaan pada 2020 mendatang terutama di beberapa negara berkembang. Kebutuhan lowongan pekerjaan itu untuk mengimbangi lonjakan jumlah penduduk.  

Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia menyebut sekitar 200 juta orang di seluruh dunia tidak memiliki pekerjaan. “Pengangguran adalah sebuah krisis global yang sangat mengkhawatirkan bagi negara-negara termiskin,”  ujar Jin-Yong Cai, Executive Vice President and Chief Executive Officer IFC dalam siaran tertulisnya, Selasa (15/1).

Anggota Kelompok Bank Dunia, IFC menemukan bahwa perkerjaan yang sangat dibutuhkan di negara-negara berkembang dapat diciptakan dengan lebih cepat jika para pembuat kebijakan dan institusi-institusi pembangunan menjadikannya sebagai prioritas.  Dalam studinya, IFC mengidentifikasi  empat hambatan yang menjadi tantangan utama dalam penciptaan lapangan kerja oleh  sektor swasta.

Hambatan tersebut yakni iklim investasi yang lemah, prasarana yang tidak layak, akses pada layanan keuangan yang terbatas untuk usaha mikro, kecil dan menengah serta ketrampilan dan pelatihan yang kurang memadai. Hambatan ini harus segera dihilangkan.

Menurut IFC, menghilangkan hambatan tersebut dapat secara siginifikan meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan. Akses ke layanan keuangan merupakan hambatan utama bagi UMKM. Mempermudah proses ini dapat menghasilkan penciptaan lapangan kerja yang signifikan.

Jumlah terbesar pekerjaan yang diciptakan terdapat dalam rantai distribusi dan pasokan perusahaan. Untuk setiap pekerjaan yang diciptakan di dalam perusahaan, lebih dari 20 pekerjaan diciptakan dalam rantai distribusi dan pasokan. Kurangnya energi listrik adalah hambatan yang paling signifikan di negara-negara berpenghasilan rendah.

Studi tersebut juga menunjukkan bahwa 45 juta orang memasuki dunia kerja setiap tahunnya. Namun, lebih dari sepertiga perusahaan-perusahaan yang menjadi obyek penelitian studi ini di seluruh dunia tidak sanggup memperoleh karyawan dengan ketrampilan yang dibutuhkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement