Rabu 16 Jan 2013 16:22 WIB

OKI Desak Gencatan Senjata di Mali

Rep: bambang noroyono/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Tentara Prancis berjalan melewati sebuah hanggar di pangkalan udara militer Mali di Bamako, Senin (14/1). (Reuters/Joe Penney)
Tentara Prancis berjalan melewati sebuah hanggar di pangkalan udara militer Mali di Bamako, Senin (14/1). (Reuters/Joe Penney)

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Organisasi Kerjasama Negara-negara Islam (OKI) mendesak gencatan senjata dilakukan di Mali. Sekretaris Jenderal OIC, Ekmeleddin Ihsanoglu mengatakan intervensi militer asing di negara tersebut adalah tindakan prematur.

''Semua pihak harus kembali ke meja perundingan,'' kata dia, seperti dilansir Voice of Russia, Rabu (16/1). Menurut dia, Pemerintahan di Bamoko punya tanggung jawab untuk menawarkan kembali meja runding kepada kelompok bersenjata di wilayahnya.

Mali adalah satu dari 57 anggota OKi  yang semestinya punya konsensus tentang menjaga perdamaian. Ia menegaskan  tanggung jawab serupa juga mesti dipikul sama oleh Burkina Faso, sebagai negara pemimpin perundingan.

Ihsanoglu mengatakan, negara-negara anggota lainnya punya keresahan sama atas eskalasi militer di bagian Afrika Barat itu. Intervensi asing bukanlah konklusi menghentikan pertikaian di Mali. Dia menyerukan pengendalian secara maksimal, untuk mencari solusi perdamaian.

Prancis menghujani Mali dengan serangan udara sejak Jumat (11/1). Serangan mematikan itu masih berlangsung hingga sekarang. Serangan adalah jawaban Presiden Prancis, Francois Hollande yang diminta Mali untuk membantu melindungi pemerintahan dari kelompok bersenjata di negara tersebut.

Bantuan militer juga dikerahkan oleh Blok Afrika Barat (ECOWAS), dengan menerjunkan 3.000 personil angkatan darat untuk memukul mundur kelompok pemberontak. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) setuju dengan aksi militer ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement