REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Ancaman keamanan di wilayah kota Benghazi membuat otoritas empat negara menerbitkan larangan bepergian ke kota kedua terbesar di Libya ini.
Langkah Kementerian Luar Negeri Inggris untuk menyarankan warganya agar tidak bepergian ke Benghazi dan sebagian besar wilayah Libya sudah diberlakukan sejak September 2012 lalu. Tepatnya pasca tewasnya Duta Besar AS, John Christopher Stevens bersama tiga warga Amerika lainnya di tengah aksi demonstrasi beredarnya film tentang Nabi Muhammad, Selasa (11/9).
Peringatan yang diperbaharui kali ini membawa argumentasi bahwa setelah intervensi Prancis di Mali terhadap kelompok garis keras di Benghazi, ada kemungkinan serangan balasan terhadap kepentingan-kepentingan di kawasan itu. Alasan yang sama diusung pemerintah Jerman, Belanda, dan Australia agar segera meninggalkan Benghazi.
“Saat ini kita di tengah kondisi penuh ancaman di Benghazi mengarah kepada para warga negara asing yang berkaitan dengan aksi tentara Perancis di Mali. Maka, kami sarankan untuk mematuhi pengumuman ini agar segera meninggalkan Benghazi,”kutip AFP dari selebaran pengumuman itu.
Beredarnya peringatan itu di kalangan warga Inggris terjadi sejak Kamis (24/1) lalu. Bermula dari pernyataan Perdana Menteri Inggris David Cameron yang menilai serangan terhadap 41 pekerja asing di sebuah ladang gas Aljazair sebagai bentuk dimulainya lagi perjuangan.
Yang dimaksud Cameron menyinggung perbuatan kelompok garis keras tersebut tidak berperikemanusiaan dan menyerupai perbuatan kelompok teroris. Lantaran ada enam warganya yang mati ditembak.
Pernyataan itu ternyata juga diikuti otoritas Jerman dan Belanda. Kemudian disusul pengumuman serupa oleh Australia Jumat (25/1) pagi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Belanda Thijs van Son, mengatakan pada kantor berita Associated Press bahwa peringatan bepergian ke Benghazi telah ditingkatkan. Pasalnya, ada alasan terpercaya bahwa bakal terjadi ancaman serius bagi warga negaranya.
Menteri Dalam Negeri Libya Abdullah Massoud bersikeras bila pihaknya telah mengetahui pernyataan itu. Seperti dikutip dailymail.co.uk, dia menyatakan bahwa Kementerian Luar Negeri di Libya tidak mengetahui mengenai perubahan anjuran bepergian bagi warga negara Inggris maupun ketiga negara lainnya.
Selanjutnya, dia bakal berinisiatif menghubungi Kementerian Luar Negeri keempat negara untuk meminta klarifikasi. "Kita semua tahu masalah keamanan di Benghazi beberapa bulan ini. Namun, saya tegaskan disini tidak ada aksi intelijen baru yang menyoroti rekasi dari pemerintahan di London,”cetusnya.
Sang menteri justru menegaskan, Libya saat ini disibukkan dengan upaya membangun kembali jejaringnya di kawasan Timur serta seluruh Libya. Kemudian memperkuat kembali angkatan bersenjatanya.