Ahad 27 Jan 2013 06:09 WIB

Netanyahu Menang, Palestina Terancam

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/Bambang Noroyono/ Red: Heri Ruslan
An Israeli flag is seen in the background as a man casts his ballot for the parliamentary election at a polling in the West Bank Jewish settlement of Ofra, north of Ramallah January 22, 2013.
Foto: Reuters/Baz Ratner
An Israeli flag is seen in the background as a man casts his ballot for the parliamentary election at a polling in the West Bank Jewish settlement of Ofra, north of Ramallah January 22, 2013.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Partai-partai kanan pendukung Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berhasil menguasai parlemen (Knesset). Kemenangan itu memuluskan jalan bagi Netanyahu untuk kembali memimpin Israel. Palestina menganggap kemenangan kubu Netanyahu di parlemen merupakan ancaman.

Bersatunya partai-partai ultrakanan merupakan bahaya bagi Palestina. Penasihat Senior Kepresidenan Palestina Mohammed Shtayyeh menilai, kebijakan Israel untuk membangun permukiman Yahudi akan terus berlangsung. "Tidak akan mampu menghentikan permukiman Yahudi di Yerusalem Timur," kata Shtayyeh, Rabu (23/1).

Komisi Pemilihan Umum Israel mengumumkan hasil pemilu setelah menghitung 99,5 persen suara dari 5.656.705 warga Israel yang memiliki hak suara. Partai Likud pimpinan Netanyahu yang berkoalisi dengan Partai Yisrael Beiteinu menguasai 31 dari 120 kursi parlemen. Perolehan itu turun 11 kursi dari Pemilu 2009 lalu.

Netanyahu terus membangun koalisi untuk memperkuat dukungan parlemen, salah satunya dengan Partai Yesh Atid yang menguasai 19 kursi di perlemen atau ketiga terbesar. Pemimpin Yesh Atid Lapid Yair merupakan tokoh politik yang punya kebijakan lunak terkait Palestina. Lapid menolak konfrontasi dan mendorong Israel mengakui perdamaian dua negara.

Lapid diperkirakan masuk ke dalam pemerintahan Netanyahu. Lapid memiliki garis politik untuk menghentikan pengembangan militer dan lebih memajukan ekonomi. Meski begitu, Palestina menganggap keberadaan Lapid tidak akan membawa pengaruh apa-apa, melainkan hanya membangun citra Netanyahu.

"Jika mereka membawa Lapid ke pemerintahan itu akan membawa citra bagus bagi Netanyahu,'' kata Shtayyeh, Rabu (23/1). Shtayyeh meragukan kemajuan situasi di kawasan pascapemilu di Israel. Ambisi Israel empat tahun mendatang, kata dia, tergambar dari komposisi penguasa kali ini.

Persoalan domestik dan keamanan geopolitik menjadi isu serius dalam kepemimpinan Netanyahu mendatang. Menurut Netanyahu, banyak pekerjaan yang menjadi agenda prioritas. Kemenangan Netanyahu ini membuatnya memasuki masa jabatan ketiga. Dia menjadi perdana menteri satu kali masa jabatan bersama mantan presiden Ezer Weizman dan dua kali dengan Presiden Shimon Peres.

Selain ekonomi, dia menyinggung mengenai pertahanan militer, perluasan permukiman, dan nuklir Iran. Itu merupakan pekerjaan rumah yang belum tuntas selama dia menjabat. ''Kami akan fokus pada pembangunan dan perubahan pemerintah (dalam) tiga prinsip utama,'' kata Netanyahu.

Aljazirah melaporkan, Netanyahu berencana membangun blok suara mayoritas untuk menjamin kebijakan-kebijakannya. Melihat penurunan jumlah kursi di pemilu ke-19 kali ini, Netanyahu tak bicara banyak soal perundingan Israel-Palestina. Dia menggunakan isu nuklir Iran untuk menjaring koalisi.

"Tantangan utama adalah tetap Iran," kata Netanyahu. Ketakutannya tersebut, memaksa dia bernegosiasi untuk berkoalisi dengan Partai Habayit Hayehudi pimpinan Naftali Bennet yang punya 11 kursi. Jumlah kursi yang sama juga dimiliki Partai Shas yang digalang kelompok Yahudi Sefardik. 

Bennet punya pandangan serupa dengan Netanyahu, bahkan lebih keras jika terkait sengketa dengan Palestina. Bennet dekat dengan kalangan ortodoks dan lebih pantas dikatakan sebagai agamawan. Bennet selalu mengampanyekan penguasaan Israel atas wilayah Palestina. Dia tidak punya posisi tawar dan memastikan tidak ada kemerdekaan bagi Negara Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement