Rabu 30 Jan 2013 02:11 WIB

Mesir Perlu Stabilitas

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Dewi Mardiani
Situasi bentrokan yang terjadi di Mesir
Foto: Reuters
Situasi bentrokan yang terjadi di Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Mesir membutuhkan stabilitas politik dan keamanan. Panglima Militer Tertinggi Mesir, Abdel Fattah el-Sissi, mengatakan negara terlalu larut dalam kekacauan. Militer menghendaki tuntasnya pertikaian antarkepentingan.

''Konflik-konflik antar kepentingan akan menggiring negara dalam reruntuhan dan kehancuran,'' kata dia, seperti dikutip Associated Press, Selasa (29/1).

Kata dia, apakah tidak lebih baik jika berlanjutnya pergolakan sepekan terakhir dihentikan saja. Sissi yang merangkap Menteri Pertahanan ini mengatakan, upaya presiden untuk membendung kekacauan selama ini belum mendapatkan reaksi baik. Hal tersebut memicu pelanggaran hukum yang semakin garang.

Menurutnya, perbedaan antar kekuatan politik tidak semestinya dibalut dalam aksi yang anarkis. Mesir kembali dilanda kekacauan berdarah selama sepekan terakhir. Bentrokan antara sipil dan satuan keamanan kembali terjadi di tiga provinsi, antara lain; di Port Said, Suez, dan Ismailiyah.

Tercatat 60 orang sudah tewas, sedikitnya 600 orang lainnya dilarikan ke instalasi gawat darurat. Keributan mulai terasa sejak Kamis (25/1), saat peringatan dua tahun tumbangnya rezim diktator Husni Mubarak. Aksi semakin runyam sehari berikutnya, ketika Hakim Pengadilan Pidana di Port Said, memvonis mati 21 terdakwa pembunuhan.

Peradilan di wilayah timur laut Mesir itu memutus nasib para terdakwa kerusuhan sepak bola yang menewaskan 74 orang pada Februari 2012 lalu. Massa yang tidak senang dengan putusan itu sempat membakar penjara untuk membebaskan terpidana dan para tahanan lain. Polisi menghalau aksi massa. Dua di antara personil polisi tewas oleh peluru dari massa aksi.

Kerusuhan menjalar ke mana-mana. Di Suez, aksi bakar-bakar juga mengancam kantor gubernur provinsi sebelah timur ibu kota itu. Sementara di Ismailiyah, kantor Ikhwanul Muslimin dan markas polisi jadi sasaran amuk massa. Militer turun tangan, tapi tidak menyejukkan situasi. Aksi semakin brutal antara keamanan dengan sipil.

Aljazirah mengatakan sebagaian massa aksi menenteng senjata otomatis. Internasional menyoroti situasi sebagai bentrokan terparah sejak Presiden Muhammad Mursi dilantik pertengahan Juni 2012. Mursi mengaku kecewa dengan bentrokan tersebut. Presiden usungan Ikhwanul Muslimin dan koalisi partai Islam ini mengeluarkan status darurat dan jam malam di tiga provinsi itu, Senin (28/1).

sumber : AP/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement