REPUBLIKA.CO.ID, Laporan Nasihin Masha dari Liberia
MONROVIA -- Liberia berusaha bangkit dari keterpurukan. Negara yang merdeka pada 1847 jatuh karena didera perang saudara sejak 1989 hingga 2003.
Pertumbuhan ekonomi Liberia sangat bagus sejak 1955 hingga 1975. Rata-rata 7 persen. Pendapatan perkapita sempat 1.765 dolar AS pada 1980. Sudah masuk negara berpendapatan menengah. Namun pertumbuhan itu tidak merata, lebih didorong ekspor karet dan bijih besi, serta oleh perusahaan asing. Ekonomi saat itu dikendalikan 3,9 persen populasi yang menguasai 60 persen pendapatan negara.
Hanya 20 persen tenaga kerja di sektor formal. Tingkat melek huruf hanya 25 persen. Rata-rata pendidikan hanya 1,3 tahun. Situasi ini diperburuk dengan kudeta militer pada 1980 yang disusul perang saudara. Ada 250 ribu orang yang meninggal, infrastruktur yang hancur, dan penduduk kehilangan rumah yang hancur akibat perang.
Liberia merdeka dari Amerika Serikat. Negara ini memiliki penduduk 3,73 juta jiwa. Liberia memiliki bendera mirip AS, namun hanya ada satu bintang. Ada 2,5 persen penduduk yang merupakan orang kulit hitam yang dikembalikan dar AS pada pertengahan abad ke-19. Bahasa nasionalnya adalah Bahasa Inggris. Negeri Afrika Barat ini di tepi Samudra Atlantik.
Pendapatan per kapita Liberia jatuh 90 persen akibat perang. Pada 2003 hanya 150 dolar AS. Pada 2013 ini ditargetkan 200 dolar AS. Sejak berakhirnya konflik ada sekitar 15 ribu pasukan PBB. Pada 2005 diadakan pemilu yang dimenangkan Ellen Johnson Sirleaf. Pada 2011 dia terpilih lagi.
Dia terus giat melakukan pembangunan. Melalui program Agenda for Transformation, Sirleaf mencanangkan Liberia Rising 2030. Targetnya pertumbuhan ekonomi rata-rata 9 persen. Pada 2030 ditargetnya pendapatan per kapitanya menjadi 1.000 dolar AS.