Sabtu 02 Feb 2013 06:19 WIB

Bentrokan Pecah di Dekat Istana Presiden Mesir

Para pengunjuk rasa berdiri dekat kendaraan lapis baja yang hanya dikerahkan di luar istana presiden Mesir di Kairo, akhir tahun lalu. (Reuters/Asmaa Waguih)
Para pengunjuk rasa berdiri dekat kendaraan lapis baja yang hanya dikerahkan di luar istana presiden Mesir di Kairo, akhir tahun lalu. (Reuters/Asmaa Waguih)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Bentrokan pecah antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan di dekat Istana Presiden Mesir, Ettihadiyah, di Kairo Timur pada Jumat (1/2) petang.

Ratusan pengunjuk rasa seusai shalat Jumat mendatangi Istana tempat tinggal resmi Presiden Muhammad Mursi tersebut dan meneriakkan yelyel anti-pemerintah. Para pengunjuk rasa semakin banyak pada petang yang datang dari Masjid Rabiah El Adawiyah Madinat Nasr dan Masjid El Nour di Abbasea, Kairo Timur.

Para pengunjuk rasa melemparkan batu dan bom molotov ke arah aparat keamanan dan dibalas dengan tembakan gas air mata. Ratusan pengunjuk rasa itu bertekad menduduki Istana hingga tuntutan mereka terpenuhi.

Beberapa spanduk yang diusung pengunjuk rasa antara lain bertulis, "Ganti penguasa dengan Pemerintah Penyelamat Bangsa," dan "Ganti Konsitutusi Bentukan Ikhwanul Muslimin."

Selain di Istana Ettihadiyah, unjuk rasa yang berjulukan "Jumat Terakhir" merebak juga di Bundaran Tahrir di pusat kota Kairo dan sejumlah ibu kota provinsi seperti di Iskandariyah, Port Said, Terusan Suez dan Ismailiyah. Ratusan pemuda berpakaian hitam pada Jumat petang juga mendatangi Gedung Majelsi Syura (MPR) di dekat Tahrir dan menyatakan akan medudukinya hingga tuntutan mereka dipenuhi.

Unjuk rasa ini merupakan rentetan dari aksi serupa sejak peringatan HUT ke-2 Revolusi 25 Januari pada Jumat lalu dan berlanjut dalam sepekan terakhir yang menewaskan lebih dari 50 orang dan ratusan lagi cedera akibat bentrokan dengan aparat keamanan.

Bentrokan terparah terjadi di kota Port Said, Terusan Suez dan Ismailiyah. Akibat aksi kekerasan itu memaksa Presiden Moursi memberlakukan jam malam selama satu bulan di ketiga kota tersebut.

Sementara itu, Ikhwanul Muslimin yang mendukung Presiden Moursi tidak berniat turun ke jalan membela pemerintah.

"Kami menahan diri untuk turun ke jalan dan meminta oposisi agar berunjuk rasa secara damai tanpa pengrusakan," Essam El Ariyan, petinggi Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement